TERAS7.COM – Perang Banjar, salah satu perang besar melawan penjajahan Belanda di Indonesia pecah pada 28 April 1859 saat pasukan yang dipimpin Pangeran Antasari mengepung Tambang Barubara Oranye Nassau di Pengaron.
Perang yang pecah saat bulan Ramadan ini diinisiasi Mangkubumi Pangeran Hidayatullah ini bertujuan untuk mengusir penjajah Belanda yang sudah mencampuri urusan internal Kesultanan Banjar.
Walaupun sempat memberikan perlawanan yang cukup hebat pada Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di awal perang, akhirnya perlawanan pejuang Banjar makin terdesak.
Pada puncaknya, pimpinan Perang Banjar Mangkubumi Pangeran Hidayatullah yang kemudian diangkat rakyat Banjar sebagai Sultan Hidayatullah II ditangkap Belanda.
Penangkapan Sultan Banjar tersebut terjadi pada 2 Maret 1862, kisahnya sendiri tak jauh beda dengan yang menimpa Pangeran Diponogoro yang memimpin perang Jawa 3 dekade sebelumnya.
Dengan muslihat surat palsu berstempel ibunya Ratu Siti, Sultan Hidayatullah turun dari medan laga datang ke Martapura hingga akhirnya diringkus pasukan Belanda yang sudah mempersiapkan trik kotor tersebut.
Saking singkatnya waktu antara penangkapan hingga pengasingan Sultan Hidayatullah ke Cianjur Jawa Barat, hanya beberapa harta dan regalia kesultanan yang dibawanya.
Hal ini diungkapkan Pangeran Yusuf Isnendar Cevi, salah satu keturunan Sultan Hidayatullah II yang saat ini tinggal di Jawa Barat dalam video yang diunggah channel Youtube Warung Jusni pada 1 April 2022 lalu.
“Beliau cuma setengah jam saja bersiap-siap jelang pengasingan usai ditangkap. Karena itu banyak catatan kesultanan yang hilang karena tak sempat terbawa,” katanya.
Diantara sedikit harta benda Kesultanan Banjar yang berhasil dibawa adalah catatan yang berisi silsilah Raja-Raja dan Sultan-Sultan Banjar.
“Silsilah asli Kerajaan Banjar yang sempat dibawa oleh Sultan Hidayatullah ke tempat pengasingannya Cianjur tersebut ditulis diatas kain sutera biru dan ditulis dalam aksara Arab Banjar,” sebutnya.
Pria yang akrab disapa Pangeran Cevi ini memaparkan dalam catatan tersebut, silsilah Raja-Sultan Banjar tersebut berawal dari Pangeran Suryawinata beristrikan Puteri Junjung Buih.
“Kemudian dilanjutkan keturunannya Pangeran Arya Diwangsa, kemudian Raden Sukar Sungsang, lalu Raden Mentri gelar Ratu Anum, selanjutnya Raden Tumenggung,” ungkapnya.
Usai raja-raja di masa Negara Dipa dan Negara Daha, dilanjutkan dengan daftar sultan-sultan Banjar di masa Islam yang diawali Pangeran Jaya Samudera atau Sultan Suriansyah.
“Dilanjutnya anak beliau Gusti Rahmat atau Sultan Hidayatullah, lalu Sultan Musta`inbillah atau Raden Kushil, kemudian Sultan Sa`idullah, dilanjutkan Sultan Tahlilullah, dilanjutkan Sultan Tahmidbillah, diteruskan oleh anaknya Puteri Lawiyah yang bersuamikan Pangeran Mangkubumi,” sambung Pangeran Cevi.
Menjelang masa-masa akhir Kesultanan Banjar, tahta dilanjutkan Sultan Sulaiman dan kemudian oleh Sultan Adam Wasiqubillah, lalu Sultan Muda Abdurrahman dan akhirnya pada datuk Pangeran Cevi, yakni Sultan Hidayatullah.
Sayangnya catatan yang berisi silsilah Raja-Raja dan Sultan-Sultan Banjar tersebut tak berada ditempatnya, karena berada di keturunan Sultan Hidayatullah yang lain.
“Anak Sultan Hidayatullah sendiri ada 10 orang, saya sendiri keturunan dari Ratu Yus Roostianah binti Pangeran Sadibasyah bin Pangeran Alibasyah bin Sultan Hidayatullah yang diasingkan ke Cianjur,” sebutnya.
Tak hanya laki-laki saja yang menjadi Raja, Kerajaan Banjar lanjut Pangeran Cevi sempat dipimpin oleh 2 orang perempuan, yakni Putri Junjung Buih dan Putri Lawiyah.
“Bahkan menurut salah satu peneliti yang menempuh S3 di Belanda, Putri Lawiyah ini menjadi 10 Putri yang berpengaruh di dunia oleh VOC Belanda, dimana di masa kekuasaan beliau hancurnya VOC karena mengalam kerugian akibat perdagangan lada. Jadi di Kerajaan Banjar, untuk menjadi raja tak harus laki-laki,” ungkapnya.