TERAS7.COM – Kesultanan Banjar adalah salah satu kerajaan terbesar yang berada di Pulau Kalimantan, berdiri pada tahun 1520 Masehi oleh Pangeran Samudera atau kemudian dikenal dengan nama Sultan Suriansyah.
Pada masa kejayaannya, pengaruh Kesultanan Banjar yang pada masa itu bergantung pada perdagangan rempah berupa lada atau sahang ini mencapai seluruh Kalimantan yang sekarang menjadi wilayah Republik Indonesia.
Kota Bandar Masih atau kemudian dikenal sebagai Banjarmasin menjadi pusat kekuasaan Kesultanan Banjar, tepatnya di Kampung Kuin, Banjarmasin.
Namun pusat kekuasaan Kesultanan Banjar ini harus berpindah dari Kampung Kuin setelah penyerangan oleh armada VOC Belanda pada 1612, oleh Sultan ke IV Mustainbillah ke lokasi baru yaitu di Muara Tambangan.
Pada masa selanjutnya terus berpindah ke Batangbanyu/Kayu Tangi/Teluk Selong dan pada tahun 1776 oleh Sultan Tamjidullah I dipindahkan ke lokasi Kota Martapura sekarang.
Baru pada masa Sultan Tahmidullah II, Istana Sultan Banjar yang dinamakan Bumi Kencana dibangun dan kemudian berganti nama menjadi Bumi Selamat pada tahun 1801.
Namun pecahnya Perang Banjar pada 28 April 1859 membuat keberadaan Kesultanan Banjar dihapuskan secara sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860, hal ini berimbas pula pada Keraton Bumi Selamat.
Belanda melakukan penjarahan terhadap harta pusaka milik Kesultanan Banjar dan kemudian membumihanguskan Istana Kenegaraan Kesultanan Banjar ini.
Keraton ini dibongkar tahun 1860 M dan balok-balok besar sisa Keraton Bumi Selamat dipakai untuk membangun sub pilar jembatan sungai Basirih.
Kurang lebih ada puluhan harta pusaka Kesultanan Banjar yang disita Belanda, diantaranya kursi kerajaan berlapis emas, mahkota dari emas bertatahkan berlian dan batu mulia, beragam intan puluhan sampai ratusan karat, uang emas dan perak, perangkat kerajaan, serta berbagai senjata seperti keris dan tombak.
Kemudian disusul pembakaran kampung Pasayangan sampai kampung Kertak Baru oleh Belanda pada 4 Februari 1862, tak terkecuali Masjid Martapura yang dibangun lebih dari 140 tahun yang lalu juga turut dibakar Belanda.
Dosen PSP Sejarah FKIP ULM Banjarmasin, Mansyur kepada Teras7.com mengungkapkan Keraton Bumi Selamat yang berada di Kota Martapura, Kabupaten Banjar ini digambarkan cukup baik dalam catatan beberapa penjelajah dari Belanda.
“W.A. Van Rees dalam bukunya ‘De Bandjermasinsche Krijg van 1859-1863. menggambarkan kondisi keraton Banjar terdiri dari enam buah bangunan, sebagian dikelilingi oleh tembok dari tanah, sebagian dengan pagar ulin yang telah lepas. Pada bagian halaman, di antara semak dan rumput yang subur, tersembunyi tigapuluhan buah meriam yang tidak dapat dipergunakan lagi,” ujarnya.
Sementara itu penjelajah Belanda yang melakukan perjalanan antara tahun 1843-1847, C.A.L.M. Schwaner dalam bukunya berjudul ‘Borneo. Beschrijving van het stroomgebied van den Barito’ memaparkan bangunan utama Keraton Bumi Selamat ialah ruang singgasana yang dibangun oleh Panembahan Ratu di tahun 1786, dengan ukuran panjang 120 kaki, lebar 50 kaki, dan tinggi 25 kaki, dihias dengan ukiran-ukiran yang penuh seni.
“Namun Schwaner mengungkapkan untuk melangkah masuk ke ruang tersebut harus sangat berhati-hati karena telah lapuk. Pada ruang singgasana ini terdapat seperangkat gamelan yang tua, dan beberapa buah kereta yang sama sekali tidak dapat dipergunakan lagi. Begitu pula dengan rumah-rumah para sultan lanjut Schwaner memperlihatkan tanda-tanda pembengkalaian dan sangat lapuk, terkecuali ruang untuk menerima tamu. Kediaman sultan ini jejal dengan tumpukan lemari-lemari, peti-peti, dan keranjang-keranjang, terkesan seperti gudang penyamun, sangat gelap, dan tertata lebih buruk dari rumah milik orang-orang bumiputera yang berduit. Rumah-rumah kediaman pangeran-pangeran Prabu Anom dan Muhammad Aminullah tidak pula lebih baik. Akan tetapi di dalam rumah-rumah yang keadaannya parah ini tertumpuk harta kekayaan besar; di bawah lapisan kotoran dan debu tersembunyi intan berlian dan mas urai. Istri Sultan Adam, Ratu Kumala saja memiliki intan/berlian sebesar 103 dan 83 karat, dan banyak lagi yang 30 – 40 karat. Hanya pada acara-acara resmi, pada hari-hari besar yang dirayakan oleh penduduk, dipamerkan harta kekayaan kerajaan itu,” terang Mansyur.
Demikian pula dalam buku Amir Hasan Bondan (1953) yang menyatakan bahwa pada tahun 1855 di lingkungan keraton di Martapura sedikitnya terdiri dari enam bangunan utama, di antaranya banguan yang disebut ‘Bubungan Tinggi’ sebagai tempat kediaman raja (panembahan), selebihnya terdapat bangunan yang disebut Palimasan, Balai Laki, dan Gajah Manyusu didasarkan pada tuturan adat Banjar.
Namun menurut Tim Ahli Cagar Budaya Banjarmasin ini, letak bekas Istana Kesultanan Banjar di Martapura ini tidak diketahui secara pasti pada masa sekarang.
“Mengenai lokasi Keraton Bumi Kencana terdapat beberapa kemungkinan. Dahulu di depan Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar terdapat Alun-Alun. Alun-Alun adalah sebuah lapangan luas yang biasanya berdiri di dekat istana. Sekarang Alun-Alun itu telah berganti menjadi Pertokoan Cahaya Bumi Selamat. Diperkirakan istana Sultan banjar yang ketiga kalinya ini berlokasi di sekitar jalan Mesjid sampai dengan Cahaya Bumi Selamat,” ungkap Mansyur.
Mengenai lokasinya pastinya, Ia belum berani memastikan lokasi pastinya karena perlu ke lapangan dan melakukan perbandingan data.
“Inggih belum berani memastikan karena perlu ke lapangan, perbandingan data, dan lain-lain. Harus ada dukungan data, terutama data tertulis dan peninggalan berupa benda,” ujarnya.
Namun ada indikasi bahwa letak Keraton Bumi Selamat tak jauh dari Sungai Martapura, karena dalam lukisan H.M. van Dorp tahun 1861 berjudul “Martapoera, de Kraton en de Tamboer” dalam buku “Schetsen Uit Banjermassin: Uitgegeven tot een Liefdadig doel/door den Boekhandelaar H.M. van Dorp,” keraton di Martapura digambarkan dari wilayah seberang sungai.
Dalam Peta yang dibuat oleh Solomon Muller pada tahun 1845 berjudul “Banjermasing, Martapoera en een gedeelte der Lawutlanden” pun menggambarkan lokasi Keraton Bumi Kencana yang disebut dengan “Dalam van den Sultan” ini tak jauh dari Sungai Martapura.
“Dalam lukisan tersebut keraton Bumi Selamat digambarkan dari wilayah seberang sungai. Karena itu perlu ada riset lebih lanjut untuk menentukan lokasi pastinya,” sebutnya.