TERAS7.COM – Workshop Journalist Camp II terasa lebih hangat saat materi terakhir yaitu tentang Pembuatan Berita Sesuai Kaidah Jurnalistik, yang disampaikan oleh wartawan senior Kalimantan Selatan, Minggu (16/01/2022).
Drs. Fathurahman M, Med., Kom, sebagai Ahli Pers Dewan Pers yang juga mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Selatan periode 2012-2017, yang mana saat ini juga menjabat sebagai Penasehat di Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Kalimantan Selatan.
Fathurahman menceritakan tentang petualangan terakhirnya sebelum menjadi wartawan yaitu ketika mengarungi Selat Makasar dengan perahu Sunday Nusantara, itu suatu petualangan dengan tingkat stres yang paling tinggi yaitu dilaut, menggunakan perahu kayu dengan lebar 65cm, panjang 6,5 meter dengan awaknya 3 orang dan sempat mengalami 3 kali terbalik di Selat Makassar.
“Saya teringat petuah orang Bugis Mandar di Pagatan, Batulicin, kalau kapalnya pecah pegang saja pelampung, jirigen atau pegang sesuatu yang bisa membuat kita tetap mengapung lalu diam saja biar selamat, itu ada dua kemungkinan bisa terdampar di daerah Mamuju atau terombang-ambing sampai ke Darwin,” ujarnya.
Dalam kondisi sesulit apapun tidak boleh panik, tetap sabar dan selalu mengingat tuhan, walaupun waktu itu juga ada ikan paus menghampiri.
“Saya teringat petuah orang Bugis, kalau ada ikan besar kamu bakar sabut kelapa dan lempar ke air, Alhamdulillah selamat itu cerita petualangan yang membawa saya menjadi seorang wartawan,” kenangnya.
Menurut Fathurahman karena keinginannya untuk mendapatkan pengalaman yang lebih menantang akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang wartawan.
“Ketika menjadi wartawan, liputan berita yang paling berkesan yaitu ketika meliput kerusuhan Jumat Kelabu Banjarmasin tahun 1997, tidak pernah diajari cara menyelamatkan ketika ada chaos seperti itu, tapi saya berpikir ketika itu adalah kampanye terakhir kuning jadi pakai sal kuning saja, tapi ketika itu muncul baju hijau, saya ada perasaan akan ada sesuatu yang terjadi, saya buang sal kuning, akhirnya tidak lama digeledah baju hijau dan teman saya walaupun pakai rompi wartawan malah dipukul, dirampas kameranya, kepala benjot dan dibawa ke Puskesmas, akhirnya saya coba ambil foto dari pojok pojok secara sembunyi, Alhamdulillah foto tetap dapat dan selamat,” terangnya.
Fathurahman mengatakan bahwa ketika bicara tentang berita yang paling utama harus ada adalah fakta peristiwa kejadian dan ketika mendapat informasi harus dipastikan benar apa tidaknya.
“Informasi yang didapatkan harus diuji sehingga menjadi informasi yang layak, sehingga orang yang membaca akan tergugah untuk menanti berita sambungannya” imbuhnya.
Ketika bertemu narasumber harus dengan performa yang bagus sopan dan ramah walaupun permasalah banyak, jadi sebagai wartawan harus teruji secara mental.
“Performa wartawan ramah, menghormati privasi sehingga terbangun kepercayaan dan terbangun chemistry,” ujarnya.
Ketika menggali sesuatu wartawan menggunakan 5W1H supaya didapat penjelasan yang akurat sehingga menjadi bahan berita yang layak.
Prinsip ke hati-hatian juga menjadi salah satu yang dimiliki seorang jurnalis, ketika mendapat suatu pernyataan dari seseorang untuk tidak langsung memuatnya dalam tulisan.
“Apalagi menyudutkan salah satu pihak, maka konfirmasi sangat penting dilakukan sehingga berita menjadi berimbang,” tuturnya.
Dalam konteks kompetensi wartawan ada yang disebut etika dan moral, itu adalah yang paling utama, baru kedua adalah pengetahuan dan keterampilan, seorang wartawan harus punya banyak pengetahuan dan keterampilan.
“Karena ketika etika dan moral tidak dijunjung karirnya bisa habis, bisa diberhentikan bahkan bisa berakhir dipenjara,” pungkasnya.
Revi salah satu peserta Journalist Champ II mendapatkan masukan dan tambahan ilmu baru mengenai jurnalistik supaya menjadi seorang wartawan yang profesional.
“Saya sangat senang dengan metode penyampaian pak Fathurahman seperti ditempat kuliah alam terbuka, tidak ngantuk dan tidak membosankan, Alhamdulilah saya dapat pencerahan bahwa untuk menjadi seorang wartawan selain pengetahuan dan keterampilan yang tinggi harus tetap menjunjung tinggi etika dan moral,” tandasnya.