TERAS7.COM – Sang Saka, itulah yang dipersembahkan oleh Teater Keliling kepada para penikmat seni peran di Kalsel, khususnya yang datang ke Kiram, Karang Intan, Kabupaten Banjar.
Teater ini, merupakan salah satu kelompok teater yang telah lama berkiprah di dalam maupun luar negeri.
Nah, kali ini, Teater Keliling kembali mempersembahkan lakon bertajuk Sang Saka.
Dan tetap, kegiatan Teater Keliling senantiasa didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation.
Lakon yang menghadirkan kolaborasi seni tari, musik, dan nyanyian ini, tidak hanya digelar di Kiram saja, namun akan diselenggarakan di lima kota dan berkolaborasi dengan lima komunitas teater Indonesia, yaitu Cirebon ( Dewan Kesenian Cirebon Kota (DKCIKO)), Pangandaran (Kampung Nusantara), Karawang (Lab Teater Lumbung), Banjarmasin (Teater Kita Banjarmasin), dan Palangkaraya (Institute Tingang Borneo Theater (ITBT)).
Sang Saka merupakan kelanjutan dari lakon Jas Merah yang pernah ditampilkan di delapan kota pada tahun 2016 dan kelanjutan dari lakon Sang Saka yang ditampilkan di lima kota pada bulan April dan Agustus 2017.
Naskah ini merupakan karya Rudolf Puspa dan Dolfry Inda Suri dan disutradarai oleh Rudolf Puspa yang berkisah tentang reuni tiga anak muda yaitu, Komer, Koor dan Patty yang sudah lama tidak berjumpa.
Ketiganya sepakat untuk mencari harta karun yang sedang ramai di media sosial.
Harta karun berhasil mereka temukan, akan tetapi harta karun tersebut bukanlah sesuatu yang mereka bayangkan.
Mereka justru menemukan sesosok Sang Saka yang telah lama terkubur.
Sang Saka membawa mereka ke dalam sebuah dunia imajiner dimana terjadi napak tilas Proklamasi kemerdekaan 1945.
Menyadarkan anak muda untuk menumbuhkan jiwa nasionalis, mencintai negaranya dengan berbagai macam cara.
Lewat lakon teater mereka berinovasi. Menyesuaikan seiring dengan kemajuan peradaban dunia hingga menciptakan generasi milenial yang bangga akan sejarah bangsanya berhasil merebut sang saka.

Kalimantan Selatan menjadi pilihan komunitas Teater Keliling dari Ibu Kota Jakarta untuk mengajak anak anak dan pemuda mencari harta karun, Sang Saka.
Lewat lakon teater yang berjudul Sang Saka besama komunitas lokal Teater kita mengajak generasi untuk sadar, bahwa Indonesia yang terpisah oleh pulau pulau dengan beragam budaya adat istiadat mesti bersatu dibawah kibaran Bendera merah putih.
Begitulah yang disampaikan oleh seniman penggiat seni peran dunia perteateran Rudolf Puspa, sutradara Sang Saka.
Ia juga mengatakan, gerakan Teater Keliling adalah sebuah gerakan penyadaran lewat media perteateran ke pelosok-pelosok pinggiran kota.
Sebab generasi anak anak remaja desalah yang pertama kali harus di sadarkan, agar tidak terkontaminasi oleh budaya perkotaan yang konsumtif.
“Kapan lagi kita bisa berguna untuk Indonesia ini, yang sudah banyak dilupakan sejarahnya oleh generasi generasi penerus. Masyarakat pinggiran kotalah yang masih suci dan bersih yang bisa kita ajak untuk mengerti apa yang dimaksud dengan kata merdeka dari perjuangan para pahlawan dahulu,” ujarnya.
Adi Pardianto perwakilah Bakti Budaya Djarum Foundation yang mendukung penyelenggaraan Teater Keliling menyampaikan, masyarakat Indonesia mesti harus mencintai kesenian, adat istiadat serta nilai nilai budaya yang dimiliki agar tidak mudah terpecah belah.
“Kita Indonesia yang kaya akan nilai-nilai budaya adat istiadat, mesti harus mencitai apa yang kita miliki, lewat kesenian teater yang kita tampilkan dari pelok desa ke pelosok desa lainnya menyadarkan masyarakat memiliki rasa nasionalisme yang tinggi agar Indonesia tidak mudah terpecah belah,” terangnya.
Penulis naska “Sang Saka” Rolfry Indah Suri yang juga anak kandung dari Rudolf Puspa mengatakan, semua karakter menggambarkan anak muda komersil.
“Kenapa kita lebih bangga menjadi bangsa konsumen bukan produksi. Korupsi pun sudah menjadi hal lumrah dikalangan anak muda dijaman sekarang.
Maka, lewat lewat teater inilah kami merusaha untuk menyadarkan masyarakat, khususnya generasi penerus bangsa Indonesia ini agar lebih bangga dengan negaranya sendiri dan memiliki peran yang inovatif untuk membawa perubahan yang lebih baik untuk bangsa ini kedepannya,” cetusnya.
Aktor dan atris empat anak millennial, Kor, Komer, Pati, dan Dea mampu membuat emosi penonton larut dalam cerita.

Dimana, terkadang terselip aksi lucu menghibur para pemain membuat penonton tertawa.
Satu setengah jam pementasan berlangsung hingga berakhir pada jam 23.00 Wita, tak terasa tugas Teater Keliling melakukan pentas telah usai, penonton pun pulang dengan membawa kesan yang tidak biasa, karena adanya pementasan teater dilakukan di desa mereka.
Walau dikawal dengan suasana hujan di perbukitan kiram mereka sangat antusias menyaksikan pertunjukan. (syd)