TERAS7.COM – Usulan pembukaan ruang tambang rakyat mineral intan di wilayah Cempaka, oleh Panitia Khusus (Pansus) VI DPRD Kota Banjarbaru tampaknya belum dapat terealisasi dalam Raperda RTRW Kota Banjarbaru.
Hal ini didasari oleh pernyataan resmi Pemerintah Kota (Pemko), yang menyatakan belum bersedia atas pemberian ruang legalitas terhadap aktifitas pertambangan rakyat di Cempaka.
Persoalan usulan tambang rakyat yang tampaknya “deadlock” atau menemui jalan buntu ini pun, membuat Pansus VI DPRD Kota Banjarbaru enggan mengadakan agenda paripurna pengesahan Raperda RTRW.
Oleh karenanya, Pansus VI DPRD Kota Banjarbaru mengembalikan persoalan ini sesuai Peraturan Pemerintah (PP) nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Tata Ruang, yakni penetapan Perda RTRW dilakukan oleh Walikota langsung.
Menyikapi ini, Kabid Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banjarbaru, Ahmad Syahidan menyatakan, sikap pemerintah kota saat ini belum bisa untuk memberikan ruang pertambangan rakyat di Cempaka, dikarenakan masih tidak adanya kajian ilmiah mengenai hal tersebut.
“Belum ada kajian ilmiah tentang potensi bahan tambang di perut bumi di Banjarbaru, juga bagaimana dampak lingkungan kegiatan tambang terhadap lingkungan fisik, dan sosial di Banjarbaru,” ujarnya. Kamis (16/03/2023).
Kemudian, kalau didasarkan pada aturan dan hirarki perencanaan, persoalan tambang rakyat ini menurutnya cukup diselesikan dalam Perda RTRW tingkat Provinsi Kalsel, selaku pemegang kewenangannya.
“Masalah tambang ini cukup diselesaikan di RTRW Provinsi Kalsel, karena kewenangan tambang rakyat merupakan kewenangan pusat yang dilimpahkan ke provinsi,” terangnya.
Apalagi baginya, ada tidaknya ruang pertambangan rakyat di Kota Banjarbaru dalam Perda RTRW Provinsi Kalsel, tidak perlu meminta usulan dari pihak Pemko Banjarbaru.
Malah menurut Syahidan, jika Pemprov Kalsel menghendaki lewat Perda RTRW Provinsi nanti, bukan tidak mungkin ruang pertambangan rakyat di Kota Banjarbaru tersedia.
“Kalau Pemprov Kalsel memang menilai potensi tambang di Banjarbaru menjanjikan, dan memiliki nilai ekonomis yang lebih dibanding dampak lingkungan yang ditanggung, bisa saja ruang untuk tambang itu ada di Kota Banjarbaru,” ungkapnya.
Adapun kalau dilakukan kajian ilmiah secara mendalam oleh Pemko Banjarbaru, menurut Syahidan tidak memungkinkan lagi jika melihat waktu yang tersisa, dan anggaran yang dimiliki sekarang.
Sementara itu sebelumnya, Ketua Pansus VI sekaligus Ketua Komisi III DPRD Kota Banjarbaru, Emi Lasari menyatakan, sampai sekarang, persoalan mengenai pertambangan rakyat yang diupayakan pihaknya kepada Pemko Banjarbaru masih menemui jalan buntu, atau “deadlock”.
“Sampai hari ini, ternyata persoalan mengenai pertambangan rakyat itu kita belum ada mufakat atau belum ada kesamaan presepsi, maka boleh dikatakan kita mengalami jalan buntu atau deadlock, antara kita Pansus DPRD Kota Banjarbaru dengan Pemko Banjarbaru terkait pertambangan rakyat,” ujarnya kepada wartawan. Rabu (15/03/2023).
Emi juga menegaskan, pertambangan rakyat yang diupayakan rekomendasinya oleh pansus VI DPRD Kota Banjarbaru hanya mineral intan, tidak untuk galian C.
Lebih jauh Emi mengatakan, keinginan pansus VI DPRD Kota Banjarbaru jelas terkait usulan pertambangan rakyat ini, mereka ingin mengakomodir kepentingan lokal yaitu pertambangan intan yang sudah turun-temurun sejak puluhan tahun lalu dilakukan masyarakat di Cempaka.
“Kita ingin mereka (penambang rakyat di Cempaka -red) dilegalkan, jangan ilegal terus-menerus, jadi itu yang jadi dasar kita mengurus izin mereka, sehingga ini bisa dilakukan pemantauan, dan pembinaan termasuk dibatasi luasannya, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Apalagi, dalam tataran kondisi sosial ekonomi, pertambangan rakyat sangat penting bagi warga Cempaka, yang sudah turun-temurun mengais rejeki lewat pekerjaan tersebut.
Kendati demikian, ia tetap menghargai keputusan dari Pemko Banjarbaru, akan tetapi pihaknya dengan tegas tidak mengusulkan agensa paripurna terkait pengesahan Raperda RTRW Kota Banjarbaru, melainkan akan dikembalikan ke aturan yang berlaku, yakni PP Nomor 21 tahun 2021 tentang Penyelengaraan Tata Ruang.