TERAS7.COM – Membahas tentang kepemimpinan perempuan di bumi Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan dalam situasi politik sekarang ini memang tengah menjadi perbincangan hangat, ada yang hanya melihat dari sisi pemerintahan, sosial dan budaya, ada juga yang meilhat dari sisi politik dan agama.
Mengingat pada kontestasi pemilihan kepala daerah tahun 2024 kali ini, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten kota di Kalimantan Selatan, ada beberapa kandidat perempuan yang memiliki kekutan politik cukup berperangaruh dan menjadi salah satu perdebatan politik banua, diantara Raudatulla Jannah atau Acil Odah sebagai Calon Gubernur Kalimantan Selatan, Erna Lisa Halaby Calon Walikota Banjarbaru dan Ananda Calon Wakil Walikota Banjarmasin.
Teras7.com kali ini mencoba menggali dari sisi sejarah, apakah tanah Banjar pernah dipimpin oleh perempuan? Dan ternyata tak bisa dipungkiri, dalam sejarah kerajaan dan kesultanan Banjar pernah dipimpin oleh tiga orang perempuan bahkan berpengaruh di dunia.
Hal itu disampaikan oleh Pangeran Cevi Yusuf Isnendar putra dari Ratu Yus Roostianah, Buyut Pangeran Hidayatullah kepada teras7.com, Sabtu (19/10/2024).

Pangeran Cevi menceritakan, dalam sejarah Kerajaan Banjar, ada tiga orang perempuan yang memimpin sebagai kepala negara dimasa Kerajaan dan Kesultanan Banjar, diantaranya yaitu Putri Junjung buih seorang perempuan yang membangun peradaban Kejaraan Banjar sekitar tahun 1300 M.
Beliau Putri Junjung Buih konon keturunan dari Nabi Khaidir as, ketika membentuk Kerajaan Banjar masih belum menikah, kemudian dicarikan suami ke Kerajaan Majapahit dan menikah dengan Pangeran Surya Nata yang merupakan keturunan dari Sultan Iskandar Dzulkarnain, kisah ini ada dalam manuskit Kesultanan Banjar. Adapun untuk silsilahnya masih dipegang oleh Pangeran Hidayatullah.
Pada tahun 1300 M, Empu Jatmika seorang saudagar kaya dari Keling (Jawa Tengah) mencari tanah yang berbau atau beraroma wangi dan didapatkanlah di Amuntai (Hulu Sungai Utara).
Kemudian karena ia bukan seorang berdarah bangsawan, maka dicarikanlah seseorang yang bisa memimpin dan memiliki darah raja atau ratu.
“Konon Putri Junjung Buih muncul dari pusaran air lalu kemudian Putri Junjung Buih langsung diangkat menjadi Raja Banjar pertama,” ujarnya.

Dibawah kepemimpinan Putri Junjung Buih, Kerjaan Banjar membentuk peradaban baik dari pasukan pertahanan, bercocok taman, pengusaha atau sahbandar hingga membentuk semua hal-hal bidang administrasi kerajaan sampai tahun 1380an.
Selanjutnya pada tahun 1780-1800an Masehi, di Kesultanan Banjar juga pernah dipimpin oleh seorang perempuan bernama Putri Lawiyah putri dari Sultan Tahmidbillah, yang mana putri Lawiyah mempunyai anak yang kelak menjadi penggantinya yaitu Sultan Sulaiman.
“Pada saat kepemimpinan Putri Lawiyah sangat fenomela, karena beliau adalah salah satu dari 10 perempuan berpengaruh didunia yang berhasil menghancurkan COV lewat perjanjian Penanaman Lada Hitam yang membuat bangkrut kamar dagang VOC,” terang Pangeran Cevi.
Pada saat kepemimpinan Putri Lawiyah kala itu yang menjadi Mufti yakni Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau yang terkenal dengan nama Datu Kalampayan seorang ulama masyhur, yang mana tugas seorang mufti adalah hakim agama atas segala sesuatu yang berhubungan dengan pemerintahan.
Setelah itu kepemimpinan keturunan kesultanan Banjar Dipegang oleh seorang perempuan yaitu Ratu Yus Roostianah pada tahun 1976-2008 Masehi, beliau memegang surat wasiat Sultan Adam yang diberikan kepada Pangeran Hidayahtullah sebagai Sultan Banjar terakhir yang diasingkan ke Cianjur (Jawa Barat).
Ratu Yus Roostianah merupakan anak dari Pangeran Sadibasah yang merupakan cucu Sultan Hidayatullah Ulama besar berjubah kuning dengan senjata ampuh ditangan itulah sebutan warga Cianjur terhadap beliau Pangeran Hidayatullah yang saat ini makamnya berada di Cianjur Jawa Barat.