TERAS7.COM – Sudah seharusnya para generasi muda untuk mempelajari dan melestarikan alat musik daerahnya agar tidak hilang digerus oleh perkembangan zaman seperti sekarang ini.
Salah satunya Panting, alat musik daerah asli Kalimantan Selatan yang terancam punah jika tidak dilestarikan oleh para generasi muda saat ini.

Hal ini lah yang mendasari Ahmad Busairi, pengrajin muda asal Desa Takuti Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar yang sudah menggeluti pembuatan alat musik Panting selama 4 tahun terakhir.

Busairi menceritkan, awal mula dirinya berkeinginan membuat panting berawal dari kegelisahannya karena melihat generasi muda saat ini masih banyak belum mengenal apa itu alat musik Panting.
Sehingga mulai dari situ lah tercetus keinginan Busairi untuk membuat alat musik Panting, dan ia namankan Panting Banua Tunggul Dara.
“Niat saya dari awal memang ingin mengenalkan alat musik Panting ke generasi muda saat ini, karena dulu saat saya ke Martapura ada anak-anak sedang membawa kencrung melihat kami membawa Panting, dan dia bertanya apa yang kami bawa, kemudian saya ajari dan mulai bisa lalu kami berikan Panting itu, nah disitu lah tercetus keinginan membuat Panting,” jelasnya. Sabtu (20/11/2021).
Untuk pembuatan satu buah Panting Banua Tunggul Dara miliknya ini, Busairi mengatakan memerlukan waktu yang beragam sesuai tingkat kerumitannya, ada yang mulai dari 1 hari hingga 4 hari.

“Untuk yang biasa itu sekitar 1 sampai 2 hari, dan untuk yang rumit itu sekitar 3 sampai 4 hari,” ungkapnya.
Kemudian, untuk bahan baku yang digunakan untuk pembuatan Panting, ia menggunakan kayu dengan kualitas bagus, seperti kayu nangka, jingah, mahoni, dan kenanga.
Lanjut Busairi, karena menyasar pangsa pasar pengguna pemula, jadi ia mematok harga per satu buah alat musik Panting ini mulai dari Rp 350 ribu hingga Rp 1 juta, sesuai dengan tingkat kerumitan pembuatan.
“Untuk pemula itu dari Rp 350 ribu- Rp 500 ribu, dan untuk yang sudah mahir itu dari Rp 600 ribu – Rp 1 juta, ini juga termasuk harga yang ingin kustom bentuk apapun,” ujarnya.
Pembeli Panting Tunggul Dara miliknya ini pun datang dari berbagai macam daerah baik lokal maupun nasional, bahkan sampai mancanegara seperti Singapura.
Sedangkan kesulitan yang dihadapi saat pembuatan, dikatakannya ada di bahan baku seperti kayu, dan kelistrikan, serta pada saat membuat lubang di alat musik Panting.
Pandemi Covid-19 ternyata juga mempengaruhi pendapatan Busairi, yang mana saat ini ia hanya dapat menjual 5 buah per bulannya, sedangkan sebelumnya ia mampu menjual 10 sampai 20 buah Panting per bulan.

“Untuk saat ini, jika dikurangi modal pembuatannya, omzet bersih berperbulannya Rp 1,5 juta,” ungkapnya.
Meski hanya mendapatkan keutungan penjualan kurang dari UMP Provinsi Kalimantan Selatan, ia tidak berkecil hati, ini dikarenakan niatnya yang ingin melestarikan alat musik Panting agar dikenal oleh generasi muda saat ini.
“Saya itu ingin melestarikan bukan untuk mencari untung banyak, ada sih sedikit keuntungan, tapi intinya saya itu ingin generasi muda saat ini tahu bahwa ini loh yang namanya Panting alat musik asli daerah kita,” tandasnya.
Busairi juga memiliki seorang adik bernama Sahipan yang sangat piawai dalam memainkan alat musik Panting dan mereka berdua juga memiliki prestasi yaitu Juara 1 Lomba Produk Unggulan Kabupaten Banjar kategori kerajinan.
Jika masyarakat ingin membeli Panting Banua Tunggul Dara miliknya, ia mengatakan bisa datang langsung ke alamat rumahnya di Desa 6 Takuti Kecamatan Mataraman, dan bisa juga memesan melalui whastapp 082155428788, atau Instagram @pantingbanua, dan Facebook @pantingbanua.