TERAS7.COM – Pangeran Hidayatullah bin Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam Al Watsiqbillah adalah tokoh sentral dalam Perang Banjar 1859-1906.
Dimana pecahnya Perang Banjar pada 18 April 1859 dengan penyerangan Tambang Batu Bara Oranje Nassau di Pengaron dibawah pimpinan Pangeran Antasari pun terjadi atas persetujuan Pangeran Hidayatullah selaku Mangkubumi Kesultanan Banjar Saat itu.
Ditengah berkecamuknya Perang Banjar, Pangeran Hidayatullah diangkat rakyat di Banua Lima sebagai Sultan Banjar pada September 1859 sesuai dengan Wasiat Sultan Adam.
Perang Banjar sendiri menjadi salah satu perang yang cukup menyulitkan Belanda, sehingga Belanda berupaya menangkap Pangeran Hidayatullah sebagai tokoh sentral dengan markas di Gunung Pamaton.
Bahkan Belanda menawarkan 10 ribu Gulden sebagai hadiah bagi orang-orang pribumi yang membantu penangkapan Pangeran Hidayatullah.
Akan tetapi Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap pasukan Belanda melalui tipu daya dengan menyandera Ratu Siti, ibu Pangeran Hidayatullah pada 2 Maret 1862.
Hanya berselang satu hari usai penangkapannya, Pangeran Hidayatullah bersama keluarga dan pengikutnya langsung diberangkatkan ke Cianjur, Jawa Barat untuk diasingkan.
Setelah tinggal di pengasingan selama kurang lebih 42 tahun, Pangeran Hidayatullah wafat pada 24 November 1904 dalam usia 82 tahun dan dimakamkan ditempat pengasingannya.
Setelah Pangeran Antasari, Pangeran Hidayatullah pun sempat diajukan untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1990-an, namun ditolak karena dianggap menyerah kepada Belanda.
Hal ini diungkapkan Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Kalimantan Selatan Bidang Kepakaran Sejarah dan Arkeologi Wajidi saat ditemui pada Senin (8/11/2021).

Walaupun ditolak, namun tetap diberikan kesempatan untuk mencari bukti baru untuk mementahkan alasan penolakan terkait dengan menyerahnya Pangeran Hidayatullah.
Akhirnya dari sumber-sumber Belanda seperti dalam buku Der Bandjermasinsche Krijg Van 1859-1863 yang ditulis Willem Adriaan Van Rees kata Wajidi, ditemukan informasi terkait penangkapan Pangeran Hidayatullah yang dilakukan dengan tipu muslihat.
“Berdasarkan tulisan dari Belanda sendiri, mereka mengatakan Pangeran Hidayatullah ditangkap dengan cara tipu daya,” ungkapnya.
Bahkan hal tersebut diperkuat dengan Surat Pangeran Antasari kepada Belanda yang menolak untuk melakukan perundingan karena kekhawatiran akan ditangkap Belanda seperti yang terjadi pada Pangeran Hidayatullah.
Akibat dampak penangkapan Pangeran Hidayatullah dengan trik kotor ini, Pemerintah Belanda sendiri sampai memberhentikan pejabat yang terlibat dalam kejadian tersebut.
Tindakan pemberhentian pejabat Belanda tersebut lanjut Wajidi diambil Kolonial Belanda karena tindakan tersebut melanggar hukum perang yang pemerintah Belanda menjadi olok-olokan bangsa Eropa yang lain.
Setelah ditemukan bukti baru, proses pengajuan gelar Pahlawan Nasional pada Pangeran Hidayatullah kembali diproses tahun 2019, namun tertunda karena pandemi Covid-19.
“Proses pengajuan Pangeran Hidayatullah sebagai Pahlawan Nasional yang telah berproses sejak tahun 2019 terpaksa mengalami penundaan karena anggaran refocusing untuk penanganan Covid-19,” jelas Wajidi.
Akan tetapi dikemudian hari justru pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mendorong gelar Pahlawan Nasional pada Syekh Muhammad Arsyad Al Banjary atau Datu Kelampayan.
Mengenai hal ini, Wajidi memastikan pengajuan gelar Pahlawan Nasional bagi Pangeran Hidayatullah tidak dibatalkan, namun ditunda.
“Kita melihat kans atau peluang yang dimiliki Datu Kelampayan untuk diajukan sebagai pahlawan nasional lebih besar, karena itu hal tersebut jadi prioritas kita tahun 2021 ini,” ungkapnya.
Setelah proses gelar Pahlawan Nasional untuk Datu Kelampayan yang berproses hingga tahun 2022 nanti selesai, Pemprov Kalsel berencana kembali melanjutkan proses pengajuan Pangeran Hidayatullah pada 2022-2023 mendatang.
“Status Kepahlawanan Pangeran Hidayatullah ini pun menjadi Pekerjaan Rumah bagi Pemprov Kalsel, mengingat peran beliau pada Perang Banjar,” jelasnya.
Wajidi menambahkan dimasa lalu, munculnya Pangeran Antasari sebagai Pahlawan Nasional terjadi kekeliruan, dimana naiknya Pangeran Antasari membuat posisi Pangeran Hidayatullah dilemahkan sehingga pangeran Antasari yang lebih dulu mendapat gelar Pahlawan Nasional.
“Kita sempat keliru saat pengajuan waktu itu, padahal saat itu Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antasari bahu membahu dalam Perang Banjar, baik hubungan antara keponakan dengan paman, maupun hubungan antara Sultan Banjar dengan Panglima Perangnya,” tutup Wajidi.