TERAS7.COM – Kota Martapura yang menjadi ibukota Kabupaten Banjar merupakan salah satu dari beberapa kota di Kalimantan Selatan yang berumur cukup tua, bahkan sempat menjadi ibukota Kesultanan Banjar di masa lalu.
Di saat bersamaan, di kota berjuluk Serambi Mekkah ini juga terdapat perkantoran pemerintah kolonial Belanda, terlebih saat dibubarkannya Kesultanan Banjar oleh Belanda pada 11 Juni 1860.
Otomatis, pemerintahan saat itu dipegang langsung oleh Pemerintah Belanda dan tak jarang mengikutsertakan pribumi untuk menjalankan pemerintahan.
Kini, perkantoran Pemerintah Belanda di Martapura nyaris hilang tanpa bekas, kecuali satu gedung yang kini menjadi kantor Radio Suara Banjar, Intan TV dan Media Center yang menjadi markas kuli tinta di Kabupaten Banjar.
Gedung ini sendiri memiliki arsitektur yang unik dengan pintu dan jendela dari kayu ulin yang ukurannya cukup besar dan dindingnya yang tebal.
Gedung yang ada di Jalan Pangeran Hidayatullah, Kelurahan Keraton berseberangan dengan Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperkim) dan bersebelahan dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Banjar ini kemungkinan dibangun pada tahun 1930-an.
Hal ini diungkapkan Juru Pelestari Cagar Budaya dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Banjar, Gusti Marjanisah saat ditemui beberapa waktu yang lalu.
“Gedung tersebut dibangun mungkin tahun 1930-an, karena Ketika kakek saya, Raden Beranta menjadi Kiai Martapura atau Kepala Distrik Martapura, gedung tersebut sudah berdiri,”ungkapnya.
Gedung tersebut lanjut zuriat Regent Martapura 1865-1984, Pangeran Surya Winata ini merupakan kantor kejaksaan pemerintahan Hindia Belanda di Martapura dan memiliki tangsi penahaman sementara.
Gedung ini sendiri menjadi bagian dari komplek perkantoran pemerintahan Belanda yang saat ini berada di belakang perkantoran Bupati Banjar dan DPRD Kabupaten Banjar dan tak ada lagi bekasnya.
“Datuk saya, yakni Pangeran Surya Winata yang menjadi Regent Martapura hingga 1884 juga berkantor disana. Kemudian jabatan Regent Martapura dihapuskan Belanda karena wilayahnya yang sangat luas, dikhawatirkan nanti akan memberontak lagi, jadi wilayahnya diperkecil jadi distrik,” jelasnya.
Perlu diketahui, wilayah kekuasaan Regent Martapura saat itu kira-kita meliputi Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Batola, Kota Banjarbaru dan Kota Banjarmasin sekarang.
Sementara itu warga sekitar, Haji Yusuf mengungkapkan gedung tersebut memang memiliki tempat penahanan, yakni berada di dalam tanah, berada dibawah gedung tersebut.
“Dulu saya dapat cerita dari kakek dulu saat zaman perjuangan, mereka membekaskan teman mereka yang ditahan Belanda di gedung ini. Mereka menjebol pintu besi yang menuju penjara bawah tanah tersebut,” katanya.
Namun saat ini jalan masuk menuju penjara yang menjadi tempat penahanan dibawah tanah tersebut sudah ditutup dengan di cor, akan tetapi pintu besi yang menjadi pintu masuknya masih bisa terlihat.