TERAS7.COM – Tak hanya sepakat membahas Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah (Perda) No. 8 Tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banjar dan Pemkab Banjar juga menyepakati beberapa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda).
Diantaranya adalah Raperda mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah yang dibahas Rapat Paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Banjar, M. Rofiqi di Ruang Rapat Paripurna Gedung DPRD Banjar, Martapura pada Rabu (4/12).
Dalam rapat paripurna kali ini, Bupati Banjar, H. Khalillurrahman memberikan jawaban atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Banjar mengenai Raperda yang telah dibahas pada rapat paripurna minggu sebelumnya.
Diantaranya adalah alasan pencabutan Perda mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah yang sempat dimiliki oleh Kabupaten Banjar dan kemudian dibatalkan oleh Pemprov Kalsel karena menyesuaikan dengan aturan yang lebih tinggi.
“Karena itu kita kembali membuat aturan pengelolaan barang milik daerah ini melalui dengan Peraturan Daerah (Perda) agar pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik dan benar,” terangnya.
Pria yang akrab disapa Guru Khalil ini mengungkapkan Perda ini akan membuat kepastian hukum, efisiensi dan kepastian nilai dalam pengelolaan barang milik daerah.
“Raperda ini juga memuat dan mengakomodir banyak peraturan mengenai pengelolaan barang milik daerah, misalnya pemindahtanganan aset ke pihak lain, dan pengamanan asset seperti sertifikat tanah dan sertifikasi pemanfaatan bangunan yang akan diatur lebih rinci dalam Peraturan Bupati,” jelasnya.
Raperda yang memiliki 20 Bab dan 155 Pasal ini tambah Guru Khalil dibentuk berpedoman pada beberapa peraturan yang lebih tinggi seperti Permendagri No. 19 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Barang milik Daerah sehingga pelaksanaannya dapat transparan dan akuntabel.
Pada rapat paripurna sebelumnya pada 27 November 2019, DPRD Banjar sepakat untuk membahas Raperda ini, namun pengajuannya menimbulkan beberapa pertanyaan.
Diantaranya oleh Fraksi Persatuan Pembangunan yang diwakili juru bicara Fitriah yang mengungkapkan Kabupaten Banjar pernah memiliki Perda seperti ini pada tahun 2007, namun pada tahun 2016 dicabut oleh Gubernur Kalsel.
Pengajuan Raperda yang cukup penting sebagai pedoman pengelolaan barang milik daerah ini menurut partai berlambang Ka’bah ini sudah cukup terlambat.
“Pasalnya UU yang mengamanatkan pengelolaan barang milik daerah dibentuk dalam Perda sudah ada sejak 2006. Perda ini sangat penting bagi kita sehingga punya dasar hukum dalam pengelolaan barang milik daerah secara optimal dan mencegah penyalahgunaannya, sehingga penyusunannya harus dikonsultasikan ke Pemprov Kalsel, agar tak berlawanan dengan aturan yang ada dan tidak dicabut lagi,” jelas Fitriah.
Sementara Fraksi Amanat Sejahtera Rakyat dengan juru bicara Soraya juga memberikan beberapa catatan penting dalam pembahasan Raperda ini.
“Pengelolaan barang milik daerah, terutama tanah harus memiliki sertifikat dengan batasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Juga tarif untuk sewa barang milik daerah harus disesuaikan dengan biaya operasional agar tak menjadi beban bagi daerah,” jelasnya.
Pencatatan dan perhitungan barang milik daerah lanjut politisi PAN ini harus dilakukan dengan cermat, sehingga penyusutan barang milik daerah yang terjadi wajar dan barang yang sudah tak dapat dimanfaatkan segera dihapuskan.