TERAS7.COM – Rifqinizamy kembali membuat publik ramai, setelah pekan lalu menyatakan dengan tegas tidak ada daerah otonom baru, termasuk pemberitaan yang ramai terkait pemekaran Kabupaten Baru Gambut Raya, kini ia kembali memberi pernyataan terkait wacana pemindahan ibu kota kabupaten Barito Kuala (Batola) dari Marabahan ke Kecamatan Alalak.
Dalam postingannya Anggota DPR RI yang memiliki nama lengkap Muhammad Rifqinizamy Karsayuda (MRK) menyatakan bahwa Kecamatan Alalak akan diwacanakan menjadi ibukota baru Kabupaten Batola.
“Saya bermimpi dengan tidak mengurangii hormat saya kepada kota Marabahan suatu hari nampaknya kabupaten Batola akan kita pindah ke Alalak,” ujanya pada postingan reel Instagram, pada Rabu, (04/01/2023).
Ia melanjutkan, akan menjadikan Kabupaten Batola menjadi kota metropolis Banjarbakula yang tidak jomplang.
“itu mimpi kita, kenapa karena kalau kita pindah pusat pembangunan itu ke sini, maka kita tidak sulit membuat perkotaan yang metropolis yang tidak jomplang antara Banjarmasin, Banjarbaru dengan Alalak atau Handil Bakti,” tambah bang Rifqi panggilan akrabnya.
“Saya sekarang sedang meminta kawan-kawan arsitek di Kalsel untuk merancang kecamatan Alalak ini menjadi sebagai kota masa depan batola, sekaligus sebagai bagian kota metropolis Banjarbakula, saya bermimpi dia akan menjadi etalase keluar masuk dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur di Kalsel,” tandasnya.
Menyikapi Statetman Bang Rifqi, Dosen FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr. Fahrianoor M.Si., Pengamat Komunikasi Politik mengatakan, mewacanakan pemindahan ibu kota merupakan hak siapapun, kalau ada tendensi menurutnya terlalu dini dilontarkan.
“Itu bagus, artinya beliau mewacanakan, dalam konteks tersebut hak siapapun, persoalan liar atau tidak liar dalam tendensi tertentu terlalu dini dilontarkan, dalam pandangan komuni politik berwacana pun sah-sah saja,” katanya.
Menurutnya wacana pemindahan ibukota bukan hal yang tabu, melihat Banjarmasin sebelumnya ibukota Provinsi Kalsel sebagai contoh dengan memiliki nilai historis, namun kenyataannya juga pindah ke Kota Banjarbaru. Pun demikian dengan Ibukota Negara Republik Indonesia yang juga pindah ke pulau Kalimantan.
“Secara rasional, Banjarmasin kurang apa historisnya, toh pindah ke kota Banjarbaru, kenapa pindah, inikan berdasarkan kebijakan kebutuhan sekarang, tuntutan zaman, perubahan ini tidak bisa dilawan, kalau Banjarmasin secara historis memiliki nilai-nilai iya, Toh Jakarta sebagai ibukota negara pun dipindah ke Kalimantan.” Tuturnya.
Kalau itu dinilai liar, lanjut Fahrianoor, maka itu perlu ditata kembali, dalam konteks demokrasi semua orang boleh-boleh saja berwacana, dilihat dari birokrasi pelayanan, yang mana prinsip pelayanan itu harus mendekati masyarakatnya.
“Kalau ini diwacanakan sah sah saja, tidak ada yang tabu, apakah ada tendensi politik, ya tidak masalah karena itu tidak dinafikan. Harusnya ini menjadi bahan perdiskusian publik, bagaimana bisa melahirkan nilai nilai yang berdasar,” pungkasnya.