TERAS7.COM – Nasib ribuan sopir angkutan jasa batubara kian hari semakin memprihatinkan akibat terdampak penutupan jalan hauling KM 101 di Kabupaten Tapin.
Padahal, sudah beberapa kali dilakukan pertemuan dengan difasilitasi eksekutif dan legislatif setempat namun hasilnya masih tak kunjung berpihak kepada para sopir.
Sebagaimana diketahui, jalan hauling ini merupakan wadah yang menjadi tumpuan para sopir mengais rezeki, namun tak kunjung dibuka.
Oleh karenanya, perwakilan sopir, Trubus mengatakan pihaknya berencana kembali untuk melakukan aksi unjuk rasa guna menuntut jalan yang notabenenya tumpuan mereka mengais rejeki segera dibuka.
Disampaikannya, unjuk rasa kali ini akan lebih besar dari sebelumnya dimana pihaknya juga berencana mengajak keluarga mereka untuk turun bersama menyampaikan aspirasi.
“Kami ini cuma rakyat kecil yang menggantungkan mencari rezeki di jalan hauling tersebut, kalau kami tak bekerja anak istri kami mau makan apa,” katanya. Selasa (21/12/2021).
Ditambahkannya, rencanannya mereka akan menggelar aksi menyampaikan aspirasi ke Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor dan Polda Kalsel.
Hal yang sama juga disampaikan perwakilan sopir lainnya, Sulaeman yang menyatakan sudah bingung karena tak jelasnya nasib mereka sampai sekarang.
“Sudah bingung tidak tahu harus bagaimana lagi, mau kerja apa kami kalau begini terus bisa kelaparan anak istri kami,”ujarnya.
Masih kata Sulaeman, dampak penutupan jalan hauling ini sudah sangat terasa bagi mereka para sopir.
Sementara itu, salah satu perwakilan asosiasi tongkang, Wawan menyampaikan kalau police line atau garis polisi dan portal underpass tidak bisa untuk dibuka, seharusnya pejabat berwenang bisa melakukan.
“Kalau police line dan portal underpas dari pihak yg berwenang tidak ada yg bisa membuka, seharusnya pejabat yang berwenang bisa mengijinkan hauling melintas jalan nasional untuk sementara, sambil AGM membuat jalan lain pengganti jalan underpas yg disengketakan” pungkasnya
Kemudian, perwakilan Forum LSM Hulu Sungai Selatan, Salman Alfarisi (Gusdur) menyatakan keprihatinnya atas nasib ribuan sopir angkutan jasa baturaba yang terdampak penutupan jalan hauling KM 101 Tapin.
Disampaikannya, mereka para sopir yang terdampak penutupan jalan hauling ini merupakan warga Tapin dan Hulu Sungai Selatan.
“Banyak kerabat kami para sopir yang terdampak, kami juga akan turut memback up mereka dalam menyampaikan aspirasi agar jalan hauling bisa segera dibuka,”ujarnya.
Lebih jauh disampaikan oleh pria yang berdomisili di HSS ini, pihaknya berencana menggelar aksi demo bersama para sopir minggu depan.
“Ini sudah terlalu lama mereka tak bekerja, pihak berwenang harusnya bisa lebih bijak memikirkan nasib mereka para sopir. AGM merupakan Objek Vital Nasional, Negara pasti mengalami kerugian, kalau soal hukum dua perusahaan yang bersengketa silahkan tetap berjalan di pengadilan tapi kami minta jalan hauling dibuka agar para sopir bisa bekerja,” ujarnya.
Terpisah, Koordinator Kelompok Pemerhati Kinerja Aparatur Pemerintah dan Parlemen (KPK APP), Kalsel Aliansyah menyatakan akan kembali melakukan aksi demo ke Polda Kalsel.
Selanjutnya, Informasi yang kami dapat pada hari Kamis kemarin yang disampaikan temen-temen Polda bahwa police line itu akan dilepas, akan dibuka.
“Namun, sampai hari ini tidak ada, tidak dibuka. bila Kapolda tidak mampu menyelesaikan persoalan yang ada di Rantau ini, kami akan berangkat ke Jakarta ke Jalan Trunojoyo (Mabes Polri) untuk meminta, apa yang menjadi amanat Presiden kepada Kapolri untuk mencopot Kapolda yang tidak bisa mengamankan investasi di daerahnya dan kita akan demo ke Istana Presiden,” tandasnya.
Selain dari itu terkait kasus hukum menurut advokat kenamaan, Supiansyah Darham, permasalahan antara PT.AGM dengan PT.Tapin Coal Terminal (TCT) sudah masuk ranahnya Pengadilan dengan gugatan Keperdataan di Pengadilan Negeri Rantau.
Seharusnya, kata Supiansyah Darham, pihak Polda Kalsel mendahulukan Perkara keperdataannya,jangan memaksakan Perkara Pidana yg di dahulukan.
Ada 4 Peraturan yang diduga dilawan, yakni
1. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI nomor 1 tahun 1956,
2. Surat Edaran MA (SEMA) RI nomor 4 tahun 1980,
3. Surat panduan dalam sistem penuntutan yang dikeluarkan oleh Kejagung nomor B-230/E/Ejp/01/2013 tanggal 22 Januari 2013, dan
4. Serta Peraturan Kapolri (Perkap) Pasal 61 dan 62.