TERAS7.COM – Harga gas elpiji 3 kg atau gas melon belakangan ini di Kota Banjarbaru melambung tinggi di eceran hingga mencapai Rp 45 ribu.
Padahal diketahui, Harga Eceran Tertinggi (HET) gas elpiji 3 kg sesuai Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan No 188.44/ 0385/KUM/2022 di pangkalan hanya Rp 18.500 per tabung.
Seperti diungkapkan Rinda, warga Landasan Ulin yang membenarkan bahwa harga gas melon di kios sekarang melambung tinggi. Hal ini semakin diperparah dengan stok gas melon yang sulit didapatkan.
“Beli di luaran itu mulai harga Rp 38 ribu, sampai Rp 45 ribu, itupun sulit juga dapatnya,” ujarnya.
Permasalahan ini pun menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Banjarbaru, Emi Lasari. Menurutnya, seharusnya hal ini bisa jauh lebih terkontrol, sebab Kota Banjarbaru sudah memiliki kartu kendali.
“Seharusnya Banjarbaru itu bisa jauh lebih terkontrol, karena kita pakai kartu kendali,” ujarnya. Jumat (19/08/2022).
Namun menurutnya, kartu kendali di Kota Banjarbaru yang sudah diterapkan tersebut memiliki kelemahan yakni hanya diperuntukan bagi masyarakat miskin, tetapi tidak mendata pelaku usaha kecil atau UMKM.
“Harusnya pelaku UMKM ada kartu kendali tersendiri untuk itu, karena rata-rata memang konsumen pemakai gas inikan bukan hanya masyarakat tidak mampu, tapi juga ada dari usaha-usaha kecil, seperti mereka yang memakai gerobak, penjual gorengan, itu kan pakai gas 3 kg ini juga,” ucapnya.
“Nah ini yang saya pikir belum jelas langkahnya gimana (dari pemerintah kota), apakah perlu ada penambahan kartu kendali untuk UMKM dan pelaku usaha kecil, karena itu penting untuk diperhatikan,” sambungnya.

Selain itu, Emi juga menyinggung soal pengawasan di pangkalan yang seharusnya diperketat oleh pihak terkait. Sebab jika itu tidak dilaksanakan hasilnya akan membuat harga gas 3 kg beragam dan melambung tinggi seperti sekarang.
“Setiap pangkalan itu dikontrol, misalnya kuota gas 3 kg dari Pertamina berapa, kartu kendalinya disana berapa, jangan sampai malah banyak didominasi oleh oknum yang menjual bebas ke warung-warung, sehingga menyebabkan varian harganya beragam,” terangnya.
Kalau secara hitung-hitungan, menurut Emi kebutuhan gas 3 kg dan kartu kendali yang disebar Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Banjarbaru harusnya mencukupi, tidak sampai menyebabkan masyarakat membeli eceran ke kios-kios.
“Seharusnya pendataan yang dilahirkan oleh Disdag berbasis RT itu di cek berapa jumlahnya se-Kota Banjarbaru, kemudian potensi pemakai yang tidak terdata (dicek juga), dan itu hampir dipastikan banyak di Kota Banjarbaru, seperti pelaku kecil, UMKM, jadi data itu perlu garap lagi, dan dikaji ulang bagaimana pola pengawasan dengan kartu itu,” ungkapnya.
“Kalau pun misalnya kouta dan kebutuhan gas 3 kg itu sudah satu garis atau sama, berarti mekanisme kartu kendali di lapangan yang salah,” tambahnya.
Ia juga mempertanyakan pola pengawasan Disdag Kota Banjarbaru terkait kebutuhan gas 3 kg masyarakat pemilik kartu kendali agar benar-benar mendapatkan haknya.
“Lalu, apakah Disdag juga bisa mencek, misalnya 1 pangkalan melayani 500 orang, apakah kemudian 500 orang pemilik kartu kendali itu semuanya dapat gas 3 kg, jadi pola disini itu seperti apa?, ini yang harusnya jadi PR Disdag,” tegasnya.
Kemudian, Emi juga menyinggung soal bagaimana pengawasan yang dilakukan Pertamina agar tidak ada permainan oleh pangkalan gas 3 kg, yang mana hal inilah mengakibatkan harga tidak terkendali.
“Lalu juga Pertamina, bagaiamana pola pengawasannya, sehingga bisa memastikan bahwa pangkalan tidak memainkan kuota gas 3 kg dengan menjual keluar (kios), yang mana itulah menyebabkan harga tidak terkendali,”
Menurutnya ini baru permasalahan di perkotaan, sehingga dirinya mengaku tidak bisa membayangkan bagaiamana yang terjadi di daerah yang notabenenya terletak di pinggiran.
Saat dikonfirmasi perihal ini ke Kepala Dinas Perdagangan (Kadisdag) Kota Banjarbaru, Abdul Basid mengatakan, permasalahan melambungnya harga gas 3 kg ini tidak hanya terjadi di Kota Banjarbaru saja, melainkan juga beberapa wilayah di Kalsel.

Untuk di Banjarbaru, ia mengatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Pertamina melalui Agen dan Pangkalan melaksanakan pendistribusian secara tertutup dalam program Kartu Kendali.
“Kita kerjasama dengan Pertamina (agen dan pangkalan) melaksanakan pendistribusian secara tertutup dalam program Kartu Kendali,” kata Kadisdag.
Karena melambung tingginya harga gas 3 kg saat ini, Kadisdag menyampaikan bahwa, pihaknya sedang melaksanakan evaluasi di setiap kelurahan.
Terkait penyebab melambungnya harga gas 3 kg, ia mengatakan kemungkinan diantaranya karena gas non subsidi saat ini juga harganya turut naik.
Sehingga hal inilah yang menurutnya, menyebabkan segelintir masyarakat pengguna gas non subsidi sebelumnya memutuskan beralih ke gas subsidi 3 kg.
“Mungkin ada beberapa sebab, diantaranya harga Gas Non Subsidi yang naik, sehingga mungkin ada masyarakat yang berpindah menggunakan gas subsidi,” tandasnya.
Sementara itu, Kabid Perdagangan Disdag Kota Banjarbaru, Anshori menyebutkan per bulannya, Kota Banjarbaru menerima sebanyak 171.500 tabung gas subsidi 3 kg dari Pertamina untuk 308 pangkalan yang tersebar. Sedangkan, untuk kartu kendali yang sudah terima masyarakat sebanyak 26.731 buah.
Lalu, untuk pengawasan kartu kendali, ia mengatakan, tingkat kota dikoordinir oleh Disdag, tingkat kelurahan oleh Lurah, dan pengawasan oleh Disdag dilakukan melalui grup WhatsApp.
“Ada 20 grup WA Kartu Kendali di 20 Kelurahan se-Banjarbaru, yang diawasi oleh Disdag,” ucapnya.
Saat ditanyakan mengenai jumlah kuota gas subsidi 3 kg dari Pertamina, dengan sebaran Kartu Kendali ke masyarakat yang terlihat jomplang, menurutnya penyebabnya karena dahulu ada pemindahan atau pergantian dari pangkalan minyak tanah ke gas subsidi 3 kg.
“Dulu pemindahan pergantian pangkalan minyak tanah ke gas subsidi 3 kg,” pungkasnya.