TERAS7.COM- Diketahui bahwa di Kota Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan, terdapat ribuan usaha yang belum mengantongi izin persetujuan lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat.
Padahal, ribuan usaha ini sejatinya harus memiliki persetujuan lingkungan dari DLH Kota Banjarbaru, baik AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) untuk skala besar, UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) untuk skala sedang, dan SPPL (Surat Pernyataan Kesangupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) untuk skala kecil.
Menyikapi banyaknya usaha tak mengantongi persetujuan lingkungan, Kepala DLH Kota Banjarbaru, Sirajoni melalui Kabid Penegakan Hukum, Shanty Eka mengatakan, pihaknya memiliki berbagai senjata untuk menaklukan para pelaku usaha yang tidak berizin maupun berizin tapi menimbulkan dampak buruk lingkungan.
“Di dalam persetujuan mereka mempunyai janji, seperti melakukan pengelolaan terhadap limbah ataupun limbah B3, itu yang kami tagih janjinya,” ujarnya. Kamis (22/09/2022).
“Lalu, kalau mereka tidak memiliki persetujuan lingkungan, kami inventarisasi dengan membuat berita acara untuk kita arahkan mereka mengurus perizinannya,” sambungnya.
Disamping itu, pihaknya juga memiliki Surat Keputusan (SK) Walikota Banjarbaru yang juga menjadi senjata jitu untuk mewajibkan pelaku usaha yang dalam melakukan atau merencanakan kegiatannya dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan untum membuat persetujuan lingkungan.
“Nanti ada yang namanya “seleksi alam”, jadi mereka pelaku usaha misalnya warung, ketahuan membuang limbah ke jalan, lalu dilaporkan oleh orang, biasanya seperti itu. Kami datangi, kami panggil, lalu kami beri pembinaan untuk segera membuat perizinannya. Jadi ada yang kami inventarisasi dan “seleksi alam”,” ungkapnya.
Untuk yang sudah dibina, Shanty menjelaskan bahwa, sejauh ini pelaku usaha itu sudah punya standar kelola limbah yang baik guna meminimalisasi dampak buruk lingkungan yang dihasilkan.
“Sambil proses penerbitan persetujuan lingkungan, mereka itu kami beri sebulan untuk melakukan kelola limbah guna meminimasilasi dampak lingkungan, dan nanti setelah sebulan kami verifikasi ke lapangan,” ucapnya.
Untuk pengawasan terhadap pelaku usaha ini, ia mengaku memang didudukung oleh anggaran Pemerintah Kota Banjarbaru. Hanya saja, dengan ribuan banyaknya usaha di Kota Banjarbaru dibanding SDM (Sumber Daya Manusia) yang pihaknya miliki tergolong terbatas, membuat sedikit kendala dalam pelaksanaannya.
“Kami memang disupport oleh anggaran Pemko, tapi kan tidak bisa mengawasi sampai ribuan, karena SDM kami terbatas, jadi setahun kami hanya bisa mengawasi 400 dari sekian ribu. Tapi kami tidak saklak mengawasi sesuai anggaran, jadi kalau lagi di jalan terus melihat ada usaha baru kami masuki untuk mengetahui izinnya, atau bila ada pengaduan,” jelasnya.
Adapun untuk sanksinya, dijelaskan Shanty ada sejumlah tingkatan, mulai dari pemberian Surat Peringatan (SP) 1, SP2, SP3, hingga pemaksaan untuk segera membuat persetujuan lingkungan oleh Pemko Banjarbaru kepada para pelaku usaha yang masih kekeh beroperasi namun tak berizin tersebut.
“Terakhir paksaan oleh pemerintah, jadi kita boleh menutup operasional IPAL-nya. Tapi rata-rata mau membuat SPPL setelah ditegur,” tandasnya.