TERAS7.COM – Angka penyebaran Covid-19 di Indonesia beberapa waktu terakhir mulai menurut, terlebih setelah varian Omicron telah mencapai puncaknya.
Bersamaan dengan itu, Pemerintah mulai membuat kebijakan pelonggaran aktifitas masyarakat, termasuk pelonggaran untuk transportasi umum seperti pesawat terbang dan kereta api dengan peningkatan kapasitas penumpang sampai 100% dan peniadaan jaga jarak.

Hal ini membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Bayan (Penjelasan) atas Fatwa MUI tentang pelaksanaan ibadah dalam masa pandemi yang ditetapkan di Jakarta pada 10 Maret 2022 yang lalu.
Penjelasan yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pimpinan MUI KH. M. Asrorun Niam Sholeh dan Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan tersebut melonggarkan kembali beberapa hal dalam pelaksanaan ibadah saat puncak pandemi Covid-19 yang lalu.
Diantaranya adalah diperbolehkannya kembali untuk merapatkan shaf sholat yang sebelumnya harus direnggangkan untuk mencegah menularan Covid-19.
Hal ini sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 31 Tahun 2020, pada diktum A.3. menyatakan “Untuk mencegah penularan wabah Covid-19, penerapan physical distancing saat shalat jamaah dengan cara merenggangkan saf hukumnya boleh, shalatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyyah.”
“Kebolehan merenggangkan saf, sebagaimana diatur dalam diktum fatwa tersebut merupakan rukhshah (dispensasi) karena ada hajah syar’iyyah. Hukum asal tata cara pelaksanaan shalat jamaah itu dilaksanakan dengan merapatkan shaf. Perkembangan kondisi terakhir, MUI menilai berdasarkan kebijakan Pemerintah, status hajah syariyyah yang menyebabkan adanya rukhshah sudah hilang,” tulisnya.
Dengan demikian lanjut MUI, pelaksanaan shalat jamaah dapat kembali dilaksanakan dengan kembali ke hukum asal (‘azimah), yaitu dengan merapatkan dan meluruskan saf (barisan).
“Meluruskan dan merapatkan saf (barisan) pada shalat berjamaah merupakan keutamaan dan kesempurnaan berjamaah,” sambungnya.
Demikian pula pada Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 Penyelenggaran Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 dan melihat kondisi wabah Covid-19 yang terkendali, maka berlaku ketentuan diktum 5 dalam Fatwa tersebut.
“Umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah shalat lima waktu/rawatib, shalat Tarawih dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19,” jelasnya.
Namun MUI tetap mengimbau ummat islam untuk tetap semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, memperbanyak shalawat, sedekah, serta senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya (daf’u al-bala’), khususnya dari wabah Covid-19.
“Menyambut Bulan Ramadhan, umat Islam diharapkan menyiapkan diri lahir dan batin dengan menjalankan berbagai syiar keagamaan. Pengajian dan aktifitas keagamaan lain yang biasa dilakukan di Bulan Ramadhan seperti shalat Tarawih, tadarus al-Quran, qiyamul lail, ifthar jamai dapat dilakukan dengan tetap disiplin menjaga kesehatan,” pesan MUI.