TERAS7.COM – Kasus Bangunan Pasar Sungai Bakung yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Banjar sejak beberapa tahun yang lalu sampai saat ini masih tetap kusut tak terurai.
Kasus ini menjadi kasus temuan Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar pada 2017 lalu karena berdiri diatas lahan milik pemerintah dan diduga tidak dilengkapi dengan kelengkapan administrasi dan perizinan yang benar.
Tahapan penyelidikan dan pemeriksaan keuangan kasus Bangunan Pasar Sungai Bakung ini pun melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Selatan.
Kondisi terakhir Pasar Sungai Bakung yang masih tidak jelas statusnya ini pun sudah tidak terawat, tampak sekeliling halaman bangunan dipenuhi dengan semak belukar.

Sebelumnya kasus Bangunan Pasar Sungai Bakung ini ramai diperbincangkan karena sempat menyeret beberapa nama Pejabat Pemerintah Kabupaten Banjar untuk dimintai keterangan oleh pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar.
Diantaranya adalah Plt. PD. Pasar Bauntung Batuah Rusdiansyah dan Asisten II Pemerintah Kabupaten Banjar (masa itu) I Gusti Nyoman Yudiana pada 13 September 2018, dan kemudian Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banjar (masa itu) A.H. Fahri dan Sekretaris Daerah Kabupaten Banjar (Purna Tugas) Ir. Nasrun Syah pada 27 September 2018.

Bangunan Pasar Sungai Bakung yang terdiri dari Kios dan Bak terbuka ini sendiri berjumlah 197 buah dangan nilai bangunan yang diperkirakan mencapai miliaran rupiah, dimana diketahui sudah ada para pedagang yang membeli toko atau kios tersebut hingga lunas.
Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Banjar, Ferryansyah saat ditemui di ruang kerjanya pada Senin (5/10) menceritakan kronologi kasus Bangunan Pasar Suyngai Bakung ini.
Ferryansyah mengatakan awalnya lahan milik Pemkab Banjar dimana berdirinya bangunan pasar Sungai Bakung ini awalnya ditujukan sebagai lahan bangunan Puskesmas.
“Memang ada kajian untuk memindahkan 80 pedagang dari Pasar Sungai Lulut. Tapi Disperindag tidak tahu menahu, tiba-tiba sudah ada bangunan yang terbangun disana. Kita sendiri tahu dari surat yang mempertanyakan apakah bangunan tersebut milik Disperindag, kita balas surat tersebut bahwa kita tidak tahu. Bahkan ada bangunan pasar yang sudah dipasarkan, bahkan melalui internet. Bahkan ada pembelian kios yang tumpeng tindih, disana kasus ini mulai menjadi benang kusut,” terangnya.

Lahan milik Pemkab Banjar ini sendiri diserahterimakan pada Disperigdag dan tercatat sebagai aset, bukan operasional.
“PD Pasar Bauntung Batuah pun menolak untuk mengoperasikan pasar ini karena bermasalah. Kalau mau dioperasikan pun harus clear dulu kasusnya, baru kita bisa mengajukan penyertaan modal, tapi bangunan yang ada harus dibongkar dulu, baru dibangun kembali,” katanya.
Ferryansyah menambahkan pembangunan pasar tersebut tidak seperti prosedur yang biasa dilakukan, dimana PD Pasar Bauntung Batuah mengusulkan pembangunan pasar, kemudian Disperindag membuat juknis dan perencanaan pembangunan pasar sampai membangun pasar tersebut
“Bangunan Pasar Sungai Bakung itu dilakukan oleh pihak ketiga dan dibangun tanpa memiliki izin, bahkan tanpa lelang dan kajian-kajian. Kalau pembangunannya di lahan milik pribadi tidak ada masalah, tapi justru dibangun di lahan milik pemerintah, bahkan kios disana sudah laku dijual,” sebutnya.
Ferryansyah melanjutkan masyarakat juga menanyakan kapan pasar tersebut dioperasikan, karena banyak pedagang yang membayar bangunan pasar tersebut, namun kemana uang pembayaran tersebut pihaknya juga tidak mengetahui.

“Memang pembangunan tersebut melibatkan pihak ke 3. Kami sendiri ingin memperbaiki, namun karena ada kasus hukum yang belum selesai, kami tidak berani untuk merehab pasar tersebut, nanti bisa jadi masalah baru,” jelasnya.
Lahan Pasar Sungai Bakung sendiri kini berada dibawah Disperindag Banjar, akan tetapi lahan tersebut tidak disentuh Disperindag hingga kasus hukumnya selesai.
“Selesaikan masalah hukum dulu, baru kami bisa tindaklanjuti. Kalau sudah selesai kami akan ajukan penyertaan modal, itu juga clear and clean. Kalau tak ada kasus, ya sesegeranya dioperasionalkan saja,” pungkas Ferryansyah.
Demikian pula dengan Direktur Perusahaan Daerah (PD) Pasar Bauntung Batuah, Rusdiansyah membenarkan pihaknya menolak untuk mengelola Pasar Sungai Bakung tersebut karena tidak memenuhi beberapa unsur sesuai PP No 54 Tahun 2017.

“Kami pastinya akan menolak mengelola pasar tersebut jika tak penuhi beberapa unsur, jadi kita tak terima dulu jika ada satu hal permasalahan hukum yang belum terpenuhi. Jangan dipaksakan kita untuk mengelola, nanti akan menjadi tanggungan permasalahan bagi BUMD. Semua harus berjalan dengan baik sesuai dengan regulasi yang berlaku,” katanya.
Sikap ini diambil karena status Bangunan Pasar Sungai Bakung belum dapat putusan yang jelas dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar yang melakukan legal opini terhadap permasalahan hukum disana berkaitan dengan berdirinya bangunan diatas lahan milik pemerintah.
“Status bangunan tersebut tidak jelas, jadi semua perlu diselesaikan dulu. Kalau semua sudah terpenuhi, kita tak akan menolak penyertaan modal pasar ini ke PD Pasar Bantung Batuah, asal proses berjalan sesuai ketentuan yang berlaku,” terangnya.
Rusdiansyah berharap perlu ada kajian aspek ekonomi, regulasi dan kelayanan lagi kalau bangunan tersebut ingin dimanfaatkan, karena kondisinya sudah tidak layak dan bisa membahayakan bagi pedagang dan konsumen.
“Apabila bangunan pasar tersebut nanti sudah memenuhi ketentuan, mereka yang menjadi korban karena sudah keluar uang untuk penebusan bangunan tersebut bisa berkoordinasi dengan pemerintah. PD Pasar tak mungkin menerima pasar tersebut begitu saja, karena kita tak mendapatkan keuntungan dan tak ada sepeserpun uang dalam pembangunan pasar tersebut yang masuk ke PD Pasar,” ungkapnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasikan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Banjar mengenai perkembangan kasus ini, Kepala Kejari Kabupaten Banjar Hartadi Christianto sedang tidak berada di tempat.
Sedangkan Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar, Tri Taruna F. yang menangani kasus tersebut sedang berada diluar daerah.

Kasus Bangunan Pasar Sungai Bakung ini juga mendapatkan tanggapan dari Pengamat Hukum, Badrul Ain Sanusi yang menganggap memang ada permainan dalam kasus ini.
“Kasus Pembangunan Pasar Sungai Bakung yang sudah mengendap perkaranya selama 3 tahun ini tidak hanya menyisakan ausnya bangunan serta terlihat kumuh. Yang sangat kuat indikasinya yakni kerugian keuangan negara dan warga yang telah lama membayar tebusan untuk berdagang di Pasar tersebut,” katanya.
Dalam perkara yang mengendap seperti sebut Badrul Ain, pasti ada hal disembunyikan oleh para pihak yangg terlibat di dalamnya sehingga memberikan dampak buruk bagi keindahan kota dan rugikan banyak pihak.
“Perkara seperti ini bukanlah hal rumit bagi penegak hukum untuk menemukan akar masalah dan solusinya dalam penegakkan hukum. Bagi saya, aparat penegak hukum yang menangani perkara ini sangatlah tidak professional. Yang pastinya jika menelisik dari kaca mata masyarakat yang dirugikan dan merasa dipermainkan ini berkonotasi negatif terhadap aparat penegak hukum,” terang Badrul Ain.

Fase proses perkara ini sendiri lanjutnya sudah masuk ranah penyidikan dari aparat Kejaksaan Negeri Martapura dan ditemukan kejanggalan informasi jika direlevansikan dangan penjelasan dari BPKP.
“Ketidaksingkronan kedua institusi negara ini dalam hal masalah perhitungan keuangan yang diduga kuat indikasi korupsi yang dilakukan para oknum pejabat seakan tidak ada ujung, padahal solusinya simple, jika kurang lengkap maka lakukan perbaikan dan penambahan. Tapi jika dibiarkan sampai kiamat pun perkara ini tidak akan selesai sehingga masyarakat yang dirugikan tidak mendapat kepastian hukum. Bangunan pasar tersebut bisa ambruk dan jadi sarang binatang berbisa dan para oknum penjahat tertawa tanpa tindakan hukum,” ungkapnya.
Karena itu ia berharap pihak penegak hukum yang menangani Kasus Bangunan Pasar Sungai Bakung ini dapat segera menuntaskan perkara ini dengan kepastian hukum.
“Saatnya aparat penegak hukum, khususnya pihak Kejaksaan Negeri Martapura sesegera mungkin untuk menuntaskan perkara ini dengan kepastian hukum. Bukan dengan janji-janji hukum, karena jika tidak tuntas hal ini merupakan preseden buruk dan sejarah kelam law enforcement di Kabupaten Banjar,” ingat Badrul Ain.