TERAS7.COM – Hari raya Idul Fitri 1440 H yang jatuh pada Rabu pagi (5/6) disambut suka cita oleh kaum muslimin usai melaksanakan ibadah puasa selama bulan Ramadhan.
Berduyun-duyun kaum muslimin ini mendatangi mesjid-mesjid, menyambut kalimat takbir dan tahlil yang berkumandang sejak terbenamnya matahari diakhir Ramadhan.
Seperti di Mesjid Agung Al Karomah Martapura, puluhan ribu warga Martapura dan sekitarnya sejak pagi memenuhi mesjid terbesar di Kabupaten Banjar ini.
Bahkan jumlah yang datang pun melebihi kapasitas mesjid ini sehingga sebagian jemaah terpaksa sholat di halaman samping mesjid yang didirikan tahun 1897 ini.

Sholat Idul Fitri yang dihadiri oleh Bupati Banjar, H. Khalillurrahman ini sendiri diimami oleh Guru Hasanuddin bin KH. Badruddin atau Guru Ibad yang juga bertindak sebagai Khatib Idul Fitri.
Dalam Khutbah Idul Fitri ini, Guru Hasanuddin menyampaikan hari penuh berkah ini bukan hanya milik ummat islam saja, tapi juga menjadi berkah bagi umat manusia secara keseluruhan.
“Bergemanya takbir, tahmid dan tahlil secara serentak di seluruh dunia ini dinikmati oleh banyak orang. Hanya untuk menyambut hari ini banyak toko, pasar dan pusat perbelanjaan yang dipenuhi orang untuk berbelanja. Terminal, pelabuhan dan bandara pun penuh berhimpitan masyarakat yang ingin berhari raya ke kampung halaman. Sumbangan ummat islam ke kas negara pun sangat besar karena hari yang penuh berkah ini,” ujar Guru Hasanuddin.
Hari yang membahagiakan ini ujarnya juga harus disyukuri oleh ummat islam yang telah tunai berpuasa, karena tak semua yang mengaku muslim mau dan mampu melakukan kewajiban ini.

“Banyak yang sehat dan kekar, tapi tak mampu berpuasa. Sedangkan banyak yang punya fisik lemah dan sakit-sakitan mampu berpuasa. Kemampuan ini merupakan anugerah dari Allah yang telah memberi kekuatan lahir dan batin pada kita. Ini pertanda kita siap untuk melaksanakan kewajiban dari Allah dan menjauhi larangan-Nya,” lanjutnya.
Ia juga mengajak jamaah yang hadir untuk berintrospeksi pada detik-detik terakhir Rasululah SAW menuju ajal sebagai bahan pertimbangan untuk pedoman masa kini dan masa yang akan datang.
“Ketika menjemput ajal, Rasulullah di masa kritisnya masih sempat memikirkan ummatnya. Rasulullah berkata Ummati, Ummati, Ummati, Umatku, Umatku, Umatku. Beliau sangat mencemaskan nasib ummatnya ketika beliau tak ada. Hal ini yang membuat Sayyidina Abu Bakar sedih ketika di haji wada mendengar bahwa islam telah sempurna, karena ujar beliau setiap kesempurnaan tanda akan datangnya kekurangan. Dan tanda sempurnanya islam artinya Rasulullah akan berpisah dengan para sahabat,” cerita Guru Hasanuddin.
Dan kecemasan Rasulullah pada ummatnya ujar putra Guru Ibad Martapura ini akhirnya menjadi kenyataan di Akhir Zaman ini.

“Rasullulah tidak takut kehilangan apapun ketika meninggal, tapi beliau khawatir pada ummatnya. Beliau cemas gara-gara kedudukan yang diperebutkan ummatnya dapat membuat tali silaturahmi terputus, melupakan tuhan, menggadaikan iman dan menjadikan hal haram menjadi halal dan sebaliknya serta menjadikan maksiat sebagai hal yang biasa. Begitu pula dengan perempuan dimasa sekarang yang merasa tak berdosa saat mereka melakukan kesalahan pada suaminya dan menyamakan haknya dengan suaminya,” ucapnya.
Rasulullah ujar Guru Hasanuddin sangat mencemaskan generasi ummat yang akan datang setelahnya.
“Banyak orang tua dimasa sekarang yang hanya sanggup melahirkan dan membesarkan anaknya saja, tapi tidak mampu untuk mendewasakan anaknya, malah sibuk dengan hal lain dan tidak tahu bagaimana pendidikan dan pengajaran agama dan akhlak. Anak bahkan lebih akrab dengan orang lain daripada orang tuanya yang hanya mementingkan jasmaninya saja, tidak perduli dengan rohaninya,” kritiknya.
Ia berharap agar kaum muslimin dapat terus membesarkan syiar agama usai lebaran ini, tak hanya di bulan ramadhan saja agar kejujuran, keikhlasan dan kasih sayang dalam amal dan akhlak tidak rusak oleh bujuk rayu setan dan perbuatan tidak jujur.