TERAS7.COM – Kota Martapura selain terkenal sebagai Kota Serambi Mekkah dan Kota Santri, juga terkenal memiliki banyak usaha kerajinan tangan.
Diantara kerajinan tangan yang cukup terkenal salah satunya adalah Usaha Kerajinan Kayu Fukaha (Kaukah) yang berada di Desa Teluk Selong, Martapura Barat.
Salah satu pedagang kerajinan Fukaha, Sam’ani saat ditemui pada Sabtu (12/12) mengungkapkan ia menggeluti kerajinan ini sejak 2016.
“Saat itu usaha batu akik mulai lesu, jadi saya menggeluti penjualan kerajinan ini. Ada bermacam-macam, mulai dari cincin, gelang, tasbih, bros sampai tongkat,” katanya.
Pembuatan sendiri kata Sam’ani dilakukan oleh para pengrajin yang tersebar di seluruh Martapura dengan bahan utama yaitu Buah Kaukah yang memiliki kekerasan cukup tinggi.
“Jadi saya memberikan bahan baku Buah Kaukah pada pengrajin untuk dikerjakan, biasanya 5 kg untuk diolah pengrajin. Nanti setelah jadi akan dibayar sesuai jumlah kerajinan yang dibuat,” ungkapnya.
Khusus untuk tongkat, selain menggunakan Buah Kaukah yang diimpor dari Turki ini, juga dibuat tongkat dari Kayu Ulin sesuai kreatifitas pengrajin.
Harga yang ditawarkan untuk setiap kerajinan cincin, gelang, tasbih dan bros ini sendiri sangat terjangkau mulai dari 5000 rupiah, dapat dibeli secara grosir maupun eceran secara online maupun datang langsung ke toko milik Sam’ani yang berada di Jalan Martapura Lama, Desa Teluk Selong tak jauh dari cagar budaya Rumah Banjar Bubungan Tinggi.
Sementara untuk tongkat sendiri bervariasi harganya, untuk tongkat komando sekitar 500 ribu rupiah, tongkat berjalan 800 ribu rupiah dan tongkat khutbah Jumat seharga 1 juta lebih.
“Yang cukup laris sendiri adalah tasbih, gelang dan cincin. Penjualan kita sudah sampai keluar daerah seperti Jawa Barat, Jawa Timur dan Aceh, serta mencapai mancanegara seperti Taiwan, Malaysia dan Arab Saudi,” terangnya.
Sebelumnya Sam’ani mengaku hanya berjualan kerajinan ini di rumah, baru beberapa bulan belakangan ia membuka toko kerajinan Fukaha ini.
Namun usaha ini sempat mendapatkan imbas akibat pandemi Covid-19 yang membuat usaha kerajinan ini sempat vakum.
“Baru setelah Hari Raya Haji kita mulai buka kembali. Jika disaat normal kita bisa menjual 3-5 karung setiap bulannya, akibat imbas pandemi ini sempat turun separuhnya,” jelasnya.
Sementara itu salah satu pengrajin, M. Rosyih mengaku telah menggeluti profesi sebagai pengrajin kayu Fukaha ini sejak 8 tahun yang lalu.
“Pertamanya kita belajar dengan ikut teman. Saat ini kita sudah membuat sendiri, kita sendiri fokus pada pembuatan bahan mentah menjadi tasbih dan gelang,” katanya.
Pembuatan kayu dari Buah Kaukah ini sendiri kata Rosyih tak bisa dikerjakan sendiri, tapi juga melibatkan pengrajin lain yang bekerja sesuai dengan keahliannya.
“Kalau kita membuat bahan mentahnya, untuk perakit dan lain-lain ada tugasnya sendiri. Saya sendiri mengerjakan 5 kg Buah Kaukah sendirian paling cepat dalam waktu seminggu. Jadi beda kampung, beda keahlian,” bebernya.
Untuk mengerjakan bahan baku ini lanjut Rosyid dimulai dengan memotong Buah Kaukah, kemudian dibor untuk membuat lubang dan kemudian digerinda hingga halus menjadi berbentuk bulat.
“Banyak prosesnya, saya sendiri ambil kerjaan kerajinan yang kecil-kecil. Yang paling sulit bagi kita adalah membuat gelang dengan nama sesuai pesanan,” ujarnya.