TERAS7.COM – Sastrawan yang ada di Kota Banjarbaru memiliki keinginan ibukota provinsi Kalimantan Selatan ini menjelma sebagai Kota Puisi, namun guna mendapatkan label itu tentunya memerlukan sejumlah upaya, dan keterlibatan berbagai pihak.
Hal ini diutarakan langsung oleh Ali Syamsudin Arsy, Sastrawan Kindai Seni Kreatif (KSK), sekaligus Pengurus Dewan Kesenian Banjarbaru disela kegiatan Tadarus Puisi dan Silaturahmi Sastra ke-17 di Halaman Disporabudpar Kota Banjarbaru.
“Upaya ini harus melibatkan banyak orang, baik itu komunitas, pegiat, pemikiran, termasuk kehadiran pemerintah kota, tanpa itu memang agak sulit,” ujarnya.
Dalam hal ini, pemerintah menurutnya harus hadir langsung memfasilitasi berbagai hal guna berjalannya perkembangan sastra puisi di Kota Banjarbaru.
“Event-event diperbanyak, lalu ada edukasi terhadap para guru tentang kesastraan,
Kemudian buka banyak ruang untuk komunitas, biarkan mereka berkembang, kalau misalnya ada pergesekan itu hal yang natural,” ucapnya. Sabtu (08/04/2023).
Karena menurutnya, perlu adanya timbal balik antara kedua belah pihak, dimana pemerintah memperhatikan puisi, dan puisi juga memperhatikan pemerintah.
Kemudian, terkait adanya rencana pembangunan monumen tentang puisi di batas kota Banjarbaru, menurutnya hanya sebatas simbol, dan salah satu dari ruh puisi.
Terlepas daripada itu, menurutnya yang terpenting sebenarnya itu ada pada masyarakatnya, bagaimana memperlakukan puisi, dan menghormati puisi.
Ia mencontohkan daerah Bali, menurutnya masyarakat disana sangat menghormati sekali dengan budayanya, dimana seluruh unsur bergerak untuk hal tersebut.
“Jadi di Bali seluruhnya bergerak, tapi untuk membentuk itu memang tidak gampang,” katanya.
Lebih jauh, jika ingin mendapatkan predikat Kota Puisi, pemerintah menurutnya juga harus turut berperan aktif dalam penyelesaian persoalan yang ada dalam dunia sastra puisi di Kota Banjarbaru.
Sebab menurutnya, hingga sekarang masih ada terdengar keluhan dari pegiat seni dan sastra di Kota Banjarbaru yang masih harus diselesaikan.
“Artinya kota (Pemko Banjarbaru -red) belum memberikan peluang yang nyaman,” ungkapnya.
Oleh karena itu, meski tidak gampang, menurutnya hal tersebut masih bisa dicapai jika pemerintah mau hadir dalam memfasilitasi seni dan sasta puisi di Kota Banjarbaru.
“Pemerintah harus hadir, bagaimana dia menjembatani atau sebagai fasilitator untuk tujuan-tujuan itu (pencanangan Banjarbaru sebagai Kota Puisi -red), dan juga harapannya pemerintah bisa terbuka dengan isu-isu yang berkaitan dengan puisi, dalam hal ini penyair, penulis, pembaca,” tandasnya.