TERAS7.COM – Nahdhatul Ulama (NU) merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan yang didirikan oleh para ulama dibawah pimpinan KH. Hasyim Asy’ari pada 16 Rajab 1344 Hijriyah atau 31 Januari 1926 Masehi.
NU didirikan oleh para ulama ini menjadi benteng aqidah ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) bagi ummat islam Indonesia yang menganut aqidah Asy’ariyah dan bermahzab fiqih Syafi’iyah untuk membendung pembaharuan islam pada masa itu yang menghendaki pelarangan semua amaliah kaum sunni.
Untuk memperingati kelahiran salah satu ormas islam tertua di Indonesia ini, PWNU Kalimantan Selatan dan PCNU Kabupaten Banjar melaksanakan Istighotsah Kubro, Tahlil dan Sholawat Asyghil dalam rangka Hari lahir NU ke 96 pada minggu sore (24/3) atau bertepatan 17 Rajab 1440 Hijriah di RTH Ratu Zalecha Martapura.
Pelaksanaan Istigoshah Kubra, Tahlil dan Sholawat Asyghil ini juga sekaligus melaksanakan peringatan Isra Mi’raj ini dihadiri oleh beberapa tokoh penting, diantaranya Ketua PWNU Kalsel Abdul Haris Makkie, Ketua MUI Kabupaten Banjar KH. Fadlan Asy’ari, Ketua DPRD Kabupaten Banjar H. Rusli, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina dan Bupati Tanah Bumbu Sudian Noor serta para alim ulama.

Ketua PWNU Kalsel, Abdul Haris Makkie mengatakan peringatan hari lahir NU ke 96 ini merupakan ajang silaturahmi bagi warga Nahdliyin.
“Kami juga menyampaikan bagi warga NU agar bersama-sama pemerintah dapat menjaga keamanan dan ketertiban serta menjaga persatuan untuk mewujudkan pembangunan di Kalsel, apalagi sekarang mendekati pelaksanaan Pemilu Serentak,” ujar Abdul Haris Makkie.
Hal ini menurutnya sangat penting untuk menjaga NKRI dan menjaga perjuangan para founding father, termasuk para ulama yang tergabung dalam NU ketika mewujudkan Indonesia merdeka.
“Hasil perjuangan founding father yang kita warisi hari ini harus kita jaga, harga mati, harus tegak bahkan di masa sesulit apapun. Caranya dengan mewujudkan kebersamaan antara ulama dan umara,” ucapnya.

Ia menambahkan NU sebagai ormas islam terbesar ini harus terlibat dalam keputusan negara dalam mengatur dan mensejahterakan ummat islam, khususnya Nahdliyin yang menjadi mayoritas muslim Indonesia.
“Kita mulai dengan memfungsikan secara maksimal pondok pesantren sebagai lembaga kaderisasi NU di masa depan, diharapkan NU bangkit dan menjadi besar melalui generasi muda untuk mempertahankan aqidah Aswaja dari pihak yang tak bertanggungjawab. Juga kita harus fokus pula pada tantangan masa depan, yaitu industri 4.0, kita harus mampu mengawal ummat dan tradisi yang diwariskan pada kita,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan ini.
Ketua MUI Kabupaten Banjar, KH. Fadlan Asy’ari yang juga merupakan Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Banjar saat mengisi tausyiah dalam acara ini mengingatkan bahwa fungsi NU adalah penjaga aqidah Aswaja di Indonesia.
“Kita tidak pernah keluar dari aqidah yang diwariskan Rasulullah, kita menjaga aqidah kita sama dengan aqidah Khulafaur Rasyidin, Tabi’in, Tabi’it Tabi’in dan ulama penerusnya, inilah aqidah yang kita sebut dengan Ahlussunnah Wal Jamaah,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan agar ummat islam jangan mau diadu domba dan jangan mencaci maki apalagi mengghibah sesama muslim.

“Setiap muslim itu bersaudara. Ibaratnya ujar Rasullullah, kita ini satu jasad, satu tubuh. Kalau ada satu bagian tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit. Begitu pula ummat islam, jika satu sakit maka semuanya akan merasakan sakit yang sama,” ujar KH. Fadlan Asy’ari.
Ia juga mengatakan bahwa muslim yang suka menggibah dan memfitnah sesama muslim sama seperti memakan bangkai daging saudaranya yang sudah mati.
“Mau tidak memakan bangkai saudara sendiri? Tentu saya tidak mau kan? Itu ibaratnya menurut Al Quran jika kita mau terpecah belah. Selain itu dosa yang di ghibah atau yang difitnah akan pindah ke yang mengghibah dan memfitnah, sungguh rugi di dunia apalagi di akhirat,” katanya.
Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Banjar ini juga mengatakan solusi bagi ummat islam agar bersatu adalah dengan cara dekat dengan ulama dan meminta nasihat para ulama.
“Jangan sampai ulama jauh dari ummat, karena pada Akhir Zaman, ummat akan jauh dari ulama, akan jadi kerugian yang amat besar,” tambahnya.
Lanjutnya, ada 3 bala atau bencana yang terjadi jika ummat menjauhi ulama dan tidak mau hadir di majelis pengajiannya, apalagi bila tidak mau meminta petuahnya sama sekali.
“3 macam bala tersebut adalah Allah akan mencopot keberkatan dari usaha mereka, dikuasainya mereka pemimpin yang dzolim dan keluar dari dunia atau mati tidak bawa iman. Jadi mati dalam keadaan suul khotimah, semoga kita terhindar dari yang demikian,” tutup KH. Fadlan Asy’ari.