TERAS7.COM – Rombongan Komisi III DPRD Kota Banjarbaru meninjau lokasi proyek pembangunan Embung Gunung Kupang yang molor di Kecamatan Cempaka, pada Kamis (04/01/2024).
Proyek pembangunan embung Gunung Kupang ini diketahui meleset dari tagret selesai 7 Desember 2023 lalu, sehingga kontraktor diberikan adendum atau penambahan masa kerja hingga 16 Februari 2024 mendatang.
Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi III DPRD Kota Banjarbaru, Emi Lasari mengatakan, jika kunjungan kali ini merupakan tindak lanjut dari hasil rapat kerja pihaknya dengan Dinas PUPR Banjarbaru.
“Tadi kita sudah rapat kerja dengan PUPR, dari report laporan itu sudah 78 persen, jadi kita ke lapangan untuk melakukan cross check, apalagi karena sudah lewat tahun anggaran 2023, proyek ini menjadi PR untuk diselesaikan di tahun 2024,” ujar Emi.
Dari tinjauan ini, Emi bersama rombongannya melihat masih banyak pekerjaan proyek pembangunan Embung Gunung Kupang yang belum rampung.
“Kita lihat tadi beberapa lengkungan belum rampung, kemudian tanah urugan juga mengalami kendala dalam hal pembungannya,” ucapnya.
Oleh karenanya, Emi meminta kepada kontraktor untuk menambah alat, pekerja, hingga material agar proyek pembangunan embung tersebut bisa selesai sesuai batas adendum.
“Karena kalau kita lihat secara teknis, beberapa lengkungan dari perencanaan itu belum terbentuk, lalu pintu airnya juga baru sekian persen yang selesai, artinya masih cukup banyak pekerjaannya, jangan sampai nanti di tanggal 16 Februari tidak rampung lagi,” ungkapnya.
Apabila sampai batas adendum 16 Februari 2024 nanti proyek Embung Gunung Kupang tersebut kembali tidak rampung, maka Emi meminta agar Dinas PUPR Banjarbaru bisa mengambil sikap terhadap kontraktor pekerja.
“Kalau nanti sampai 16 Februari tidak rampung, kita minta PUPR mengambil sikap. Apakah itu pemutusan kerja dari PUPR terhadap pihak ketiga, karena sudah diberikan adendum 50 hari,” pintanya.
Meski demikian, Emi mengaku pesimis dengan proyek pembangunan Embung Gunung Kupang ini akan selesai sesuai batas adendum pada 16 Februari mendatang.
Karena, dari tinjauan sebelumnya pada November 2023 lalu, hingga terbaru hari ini, Emi mengaku tidak melihat progres yang signifikan dari proyek pembangunan Embung Gunung Kupang tersebut.
“Saya tidak yakin 16 februari bisa rampung dengan pola kerja seperti ini. Karena kalau dilihat kerukan dan buangan tanah masih belum terselesaikan, ditambah pintu air juga tidak terlalu banyak perkembangan secara fisik,” ungkapnya.
Kemudian terkait pembangunan Embung Gunung Kupang yang tepat berada di tengah kawasan permukiman, menurut Emi akan menjadi evaluasi pihaknya, khususnya berkenaan dengan penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL).
“Ini harus jadi evaluasi bagi kita, bahwa saat penyusunan dokumen UKL UPL itu berbeda pola penanganannya untuk pembangunan embung di daerah permukiman dan tidak di permukiman,” ucapnya.
“Karena ada dampak sosial yang harus dihitung, makanya hasil rapat tadi kita minta PUPR untuk melengkapi beberapa dokumen, termasuk UKL-UPL, kemudian laporan dari konsultan perencana dari awal berjalan hingga akhir,” sambungnya.
Sementara itu, Kontraktor Pelaksana Lapangan Embung Gunung Kupang dari CV Ardy Gemabahana , Mirza Riantari mengatakan, jika permasalahan utama yang menjadi penyebab molornya proyek tersebut yakni akibat terkendala pembuangan tanah urugan serta adanya perubahan desain bangunan air.
“Terkait dengan lokasi pembuangan tanah urugan, itu yang membuat kami hilang waktu sekitar 2 bulan, dan juga adanya perubahan bangunan air. Jadi itu permasalahan utamanya,” terangnya.
Untuk progres pembangunan Embung Gunung Kupang per hari ini, Mirza menyebut sudah mencapai 78 persen, dengan menyisakan pekerjaan terbanyak di bagian bangunan air.
Mirza menargetkan proyek embung Gunung Kupang teresebut bisa selesai sebelum batas adendum pada 16 Februari 2024 mendatang.
“Kita dikasih kesempatan adendum itu 50 hari sampai 16 Februari, jika kondisinya memungkinkan kita kejar terus, kalau bisa sebelum akhir Januari bisa kita selesaikan,” ungkapnya.
Adapun Mirza juga mengaku, jika dalam masa adendum ini, pihaknya diminta untuk membayar denda atas keterlambatan sebesar Rp 1,4 juta per harinya.