TERAS7.COM – Pemilik usaha Mama Khas Banjar, Firly Norachim tengah menghadapi proses hukum yang dinilai kuasa hukumnya penuh dengan kejanggalan.
Kuasa Hukum Firly, Faisol Abdori menepis pernyataan kepolisian yang menyatakan bahwa kasus ini didasari laporan Model B atau laporan masyarakat.
Menurutnya, kasus yang menjerat kliennya ini tidak berangkat dari laporan masyarakat (Model B), melainkan dari temuan langsung aparat kepolisian (Model A).
“Penegakan hukum yang disebut berdasarkan laporan masyarakat (Model B -red) itu tidak benar. Faktanya, perkara Firly menggunakan Laporan Model A, artinya kasus ini tindakan langsung kepolisian, bukan dari laporan masyarakat,” bantahnya.
Lebih lanjut, Faisol menilai bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan kepada Firly terlalu terburu-buru. Sebagai pelaku UMKM, Firly seharusnya mendapatkan tahapan sanksi yang lebih proporsional.
“Benar bahwa Firly melakukan pelanggaran, tapi apakah langsung harus dikenakan sanksi pidana? Seharusnya ada tahapan lain dulu, seperti sanksi administrasi. Pidana itu upaya terakhir jika sanksi lain tidak efektif. Tidak bisa serta-merta dipidanakan, karena ini pelanggaran, bukan kejahatan,” ungkapnya.
Faisol juga menjelaskan konsep ultimum remedium dalam hukum pidana. Prinsip ini menegaskan bahwa penegakan hukum pidana adalah upaya terakhir yang digunakan jika tidak ada penyelesaian lain yang memungkinkan.
“Preferensi dalam penyelesaian perkara hukum dikenal dengan istilah ultimum remedium. Artinya, penerapan sanksi pidana menjadi pilihan terakhir, bukan yang utama. Bahkan dalam sistem hukum Belanda disebutkan bahwa pidana hanya digunakan jika tidak ada solusi lain. Dalam kasus Firly, seharusnya penyelesaian administrasi yang dikedepankan, bukan pidana,” jelasnya.
Kuasa hukum juga menyayangkan pernyataan dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel dan Kejaksaan Negeri Banjarbaru yang dianggap menyesatkan pemahaman hukum masyarakat.
Pihak Firly menilai bahwa proses hukum yang berjalan seakan-akan dipercepat untuk menggugurkan upaya pra-peradilan yang telah diajukan.
“Penegakan hukum tidak sesederhana membaca pasal peraturan. Harus dipahami juga asas hukumnya dan peraturan terkait lainnya. Kami berharap ada klarifikasi dari Direskrimsus Polda Kalsel terkait pra-peradilan yang kami ajukan,” katanya.
Meski kecewa dengan proses hukum yang berlangsung, pihak Firly berkomitmen untuk terus mengungkap fakta hukum kepada publik.
“Nasi sudah menjadi bubur, tapi kami akan membuka semua kejanggalan agar masyarakat mengetahui kebenarannya,” tukasnya.