TERAS7.COM – Upaya pelestarian budaya terus didorong melalui dunia pendidikan. Salah satunya lewat program Jelajah Cagar Budaya yang diikuti 54 siswa SMAN 1 Paringin pada Selasa (22/4), dengan mengunjungi dua situs bersejarah di Kabupaten Balangan.
Kegiatan ini bukan sekadar kunjungan, tapi menjadi ruang belajar langsung bagi siswa untuk memahami sejarah, nilai perjuangan, serta perkembangan teknologi masa lampau melalui tinggalan budaya.
“Kita ingin anak-anak tidak hanya mengenal sejarah dari buku, tapi juga melihat langsung peninggalannya. Harapannya, mereka bisa lebih memaknai nilai-nilai yang diwariskan,” ujar Arry Risfansyah, Kepala Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman Disdikbud Kalsel.
Program ini merupakan bagian dari komitmen jangka panjang untuk menyasar seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Selatan. Selain Balangan, tahun ini kegiatan serupa juga digelar di Hulu Sungai Tengah, Tanah Bumbu, dan Tanah Laut.
Di Balangan, dua situs yang dikunjungi adalah Jembatan Besi Lampihong dan Rumah H. Sjoekoer—dua bangunan bersejarah yang mencerminkan era kolonial Belanda dan dinamika sosial ekonomi masyarakat setempat.
Menurut Mansyur, S.Pd., M.Hum., dosen Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat, Jembatan Besi Lampihong dibangun sekitar tahun 1932–1933 dengan material baja dan beton yang didatangkan dari Eropa, dipadukan dengan kayu ulin khas Kalimantan.
“Ini bukan sekadar jembatan, tapi simbol kemajuan infrastruktur kolonial saat itu,” jelasnya.
Sementara itu, Rumah H. Sjoekoer menjadi saksi masa kejayaan karet di Balangan. Selain arsitekturnya yang khas, rumah ini menyimpan kisah kehidupan masyarakat di tengah pengaruh ekonomi kolonial.
Kegiatan ini juga melibatkan berbagai pihak, termasuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), Balai Arkeologi, serta Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIII, demi memastikan materi yang disampaikan akurat dan edukatif.
Kurniawan, guru sejarah SMAN 1 Paringin yang turut mendampingi, menyambut baik kegiatan ini sebagai metode belajar yang kontekstual dan menarik.
“Siswa jadi lebih aktif dan tertarik karena bisa melihat langsung benda bersejarah. Mereka juga lebih mudah memahami materi pelajaran,” katanya.
Antusiasme para siswa menjadi sinyal positif bahwa generasi muda tetap memiliki minat terhadap sejarah dan budaya—asal disampaikan dengan pendekatan yang menyentuh pengalaman langsung. Dengan cara seperti ini, warisan budaya bisa terus dirawat dan dilestarikan.