TERAS7.COM – UMKM di Banjarbaru yakni Mama Khas Banjar tersandung kasus hukum lantaran diduga menjual produk tanpa mencantumkan label kedaluwarsa.
Saat ini, Pemilik Mama Khas Banjar dijadikan tersangka dan disangkakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kejadian yang menimpa Mama Khas Banjar ini pun mendapat sorotan dari berbagai pihak, salah satunya Anggota Komisi II DPRD Kota Banjarbaru, Emi Lasari.
Emi mengaku cukup prihatin atas kejadian yang menimpa UMKM penyedia produk pangan ikan asin tersebut. Menurutnya, kasus ini seyogyanya tidak langsung menjurus ke ranah pidana.
“UMKM bisa dikatakan merupakan salah satu usaha yang menyumbang perkembangan perekonomian di Banjarbaru, termasuk juga menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Sehingga melindungi UMKM harusnya menjadi kewajiban bagi pemerintah daerah,” ujar Emi.
Apalagi kata Emi, pada tahun 2021 lalu, telah diteken kesepakatan bersama antara Polri dan Kementerian Koperasi UKM melalui Nota Kesepahaman (MoU) dengan Nomor: NK/35/X/2021 – Nomor: 22/KB/M.KUKM/X/2021.
Lanjut Emi, dalam nota kesepahaman itu, Polri dan Kemenkop UKM telah bersepakat untuk mengedepankan pembinaan terhadap UMKM, bukan langsung membawa ke ranah hukum pidana.
Oleh karena itu, Emi mempertanyakan atas nota kesepahaman yang telah diteken Polri-Kemenkop UKM itu lantaran tidak menjadi acuan terhadap kasus Mama Khas Banjar.
“Tentunya kesepakatan ini jadi pertanyaan kita, apakah hanya pemanis di level atas saja?, yang kemudian (kesepakatannya -red) tidak sampai ke daerah,” cetusnya.
Terlebih lagi, menurut Emi, seharusnya kasus ini mengacu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan karena produk yang dijual Mama Khas Banjar merupakan pangan olahan.
“Dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 itu diatur tentang keamanan pangan, yang mewajibkan pelaku usaha menempelkan nama produk, komposisi, berat, hingga tanggal kedaluwarsa,” katanya.
“Kalau kemudian ditemukan pelanggaran, dalam UU 18 Tahun 2012 itu hanya diberikan pembinaan terhadap pelaku usaha, bukan pidana,” sambungnya.
Pun jika penegak hukum beralasan kasus ini berdasarkan laporan masyarakat, maka menurut Emi, seharusnya langkah pertama yang dilakukan ialah melihat sejauh mana kerugian yang diterima kosumen akibat kelalaian UMKM tersebut, bukan malah langsung membawanya ke ranah pidana.
“Kita memang berkewajiban melindungi konsumen, tapi kalau ternyata ada kelalaian dari pelaku usaha yang masih bisa ditolerir, lebih baik dilakukan pembinaan,” tegasnya.
Emi khawatir, jika pelaku usaha harus dibenturkan dengan aturan yang berujung pidana, maka akan berdampak negatif terhadap perkembangan UMKM.
“Jika usaha-usaha seperti ini harus dibenturkan dengan aturan yang berujung pidana, tentu akan jadi momok bagi pelaku usaha,” tukasnya.