TERAS7.COM – Dirancang sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang baru menggantikan Kota Banjarmasin, Banjarbaru mulai dibangun pada tahun 1953.
Pembangunan Kota Banjarbaru sendiri diinisiasi oleh dr. Murjani yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Kalimantan periode 1950-1953.
Sementara perancang kota adalah seorang Arsitek asal Belanda, D.A.W. Van der Pijl yang saat itu menjadi Kepala Pekerjaan Umum Bagian Bangunan Kalimantan.
Di cikal bakal ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ini, dibangun kota lengkap dengan kantor-kantor pemerintahan, rumah sakit, drainase, jalan dan permukiman dengan karakeristik kota taman yang telah menjadi tren di Eropa pada awal-awal abad 20.
Sayangnya pemekaran Provinsi Kalimantan menjadi 4 provinsi, yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat pada tahun 1957 dan disusul setahun kemudian Kalimantan Tengah mengandaskan cita-cita Banjarbaru menjadi ibukota baru.
Usulan RTA Milono Tak Ditanggapi
Menurut Dosen FKIP Unlam Banjarmasin Profesor Ersis Warmansyah Abbas melalui tulisannya, yang dikutip di Wikipedia Indonesia, ketika dr. Murdjani digantikan RTA. Milono sebagai Gubernur Kalimantan pada 1954, ia melanjutkan pembangunan kota tersebut.
Bahkan secara resmi, RTA. Milono mengusulkan kepada Pemerintah Pusat melalui surat bernomor: Des-19930-41 tanggal 9 Juli 1954 agar Banjarbaru ditetapkan sebagai ibukota Kalimantan.
“Rupanya Pemerintah Pusat belum tergugah. Sampai Milono digantikan Syarkawi, dan H. Maksid kemudian Aberani Sulaiman menjadi Gubernur Kalimantan Selatan, perjuangan tidak sunyi-sunyinya,” ungkapnya.
Meski demikian lanjut Ersis Warmansyah Abbas, cita-cita menjadikan Banjarbaru sebagai pusat pemerintahan provinsi Kalimantan yang kemudian digantikan dengan Kalimantan Selatan tidak surut.
“Hal ini terbukti dengan DPRD Tingkat I Kalsel melalui resolusi 10 Desember 1958, No. 26a/DPRD-58, mendesak Pemerintah Pusat supaya dalam waktu singkat segera menetapkan Kota Banjarbaru sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan,” sebutnya.
Kemudian Gubernur Kalsel pada tanggal 29 Mei 1959 melalui SK Gubernur KDH Provinsi Kalimantan Selatan No. 10/Pem-570-3-3 membentuk kecamatan Banjarbaru yang meliputi 7 desa yakni Desa Landasan Ulin, Desa Guntung Payung, Desa Loktabat, Desa Banjarbaru, Desa Sei Ulin/Sei Besar, Desa Cempaka dan Desa Bangkal.
Peningkatan status Kecamatan dengan kampung-kampung di sekitarnya tersebut bertujuan dalam rangka pemindahan ibukota Kalsel tersebut.
“Pada saat itu penduduk ketujuh desa tersebut kurang lebih 25.000 jiwa. Itu dapat dikatakan, Banjarbaru yang dicalonkan sebagai ibu kota Kalimantan Selatan setelah gagal jadi ibu kota Kalimantan, betul-betul dimulai dari awal,” jelas Ersis Warmansyah Abbas.
Banjarbaru Menjadi Kota Administratif
Walau saat itu gagal menjadi ibukota Provinsi Kalsel yang baru, pada 27 Juli 1964 DPRD-GR Kalimantan Selatan mengeluarkan resolusi agar Banjarbaru ditetapkan sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan serta mengizinkan Gubernur Kalsel membentuk panitia khusus.
Panitia tersebut ditugaskan untuk mengumpul data-data yang sesuai untuk meningkatkan Kecamatan Banjarbaru menjadi daerah tingkat II Kotapraja (sekarang kotamadia).
Menanggapi Resolusi DPRD-GR Kalsel, masyarakat Banjarbaru dengan segera masyarakat Banjarbaru membentuk Panitia Penuntut terbentuknya Kotamadia Banjarbaru yang didukung oleh seluruh unsur dan organisasi kemasyarakatan.
Panitia Penuntut yang beranggota lebih dari 50 orang tersebut dipimpin A.M. Abd. Gais sebagai Ketua I, Abubakar Ali mewakili G.P. Anshor sebagai Ketua II dan M. Hasfiany Shasby mewakili Muhammadijah sebagai Ketua III.
Pada tanggal 6 Oktober 1965, Panitia Penuntut Kotamadia Banjarbaru mendesak agar pemerintah meningkatkan status Banjarbaru menjadi daerah tingkat II/kotapraja dan mendesak direalisirnya kota Banjarbaru menjadi ibu kota provinsi Kalimantan Selatan.
Gilirannya pada 12 Oktober 1965, DPRD-GR Tingkat II Banjar di Martapura juga mendukung desakan direalisirnya kota Banjarbaru menjadi ibukota Provinsi Kalimantan Selatan.
“Untuk merespon berbagai tuntutan masyarakat, Mendagri Dr. Sumarno pada tanggal 20 Juni 1965 mengadakan kunjungan kerja ke Banjarbaru. Sebagai Pejabat Pusat, Soemarno melakukan peninjauan “menyeluruh” terhadap kondisi objektif Kota Banjarbaru dan daerah sekitarnya. Kesimpulannya, Kota Banjarbaru layak dan pada prinsipnya menyetujui peningkatkan statusnya dari Kecamatan Banjarbaru menjadi Kotamadia Banjarbaru,” ungkapnya.
Selanjutnya pada tanggal 16 Februari 1966 berdasarkan Surat Keputusan No. 58/I-1-101-110 Gubernur Kalsel Aberani Sulaiman menetapkan membentuk Kantor Persiapan Kotamadia Banjarbaru
Beberapa bulan kemudian pada tanggal 21 Mei 1966 Kantor Persiapan Kotamadia Banjarbaru diresmikan, dimana Baharuddin sebagai Kepala Kantor Persiapan yang juga merangkap sebagai Camat Kecamatan Banjarbaru.
Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1968, Banjarbaru mendapatkan status sebagai Kota Administratif (Kotif) yang disandang hingga 27 April 1999, rekor untuk Kotif terlama di Indonesia.
Perjuangan Menjadi Ibukota Provinsi Berlanjut
Dengan menjadi Kota Administratif, Banjarbaru langsung diurus oleh Pemda Kalimantan Selatan dengan tujuan untuk mempermudah dan mempercepat pembinaan Kota Banjarbaru sebagai ibu kota Kalimantan Selatan.
Bersamaan dengan itu, dilakukan pula perjuangan dan persiapan menjadikan Banjarbaru sebagai kotamadia, akan tetapi ditangani beberapa Gubernur hingga 10 Wali Kota Administratif, barulah 23 tahun kemudian Banjarbaru baru berubah status menjadi kotamadya.
Mimpi menjadi ibukota Kalimantan Selatan sendiri, baru disahkan pada 15 Februari 2022 yang lalu oleh DPR RI melalui pengesahan Undang-Undang tentang Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam sejarahnya sendiri, Gubernur Kalimantan Selatan menetapkan Baharuddin yang menjabat sebagai Kepala Kantor Persiapan Kotamadia Banjarbaru menjadi Pd. Wali Kota yang dapat bertindak atas nama Gubernur Kalimantan Selatan.
Di masa Gubernur Kalsel M. Jamani yang menggantikan Aberani Sulaiman meresmikan Kota Administratif Banjarbaru dengan pembentukan tiga kantor penghubung yaitu di Landasan Ulin, Banjarbaru dan Cempaka.
Pada tahun 1974, wilayah Kota Administratif Banjarbaru terdiri atas 3 Kecamatan, yakni Kecamatan Banjarbaru yang meliputi Kampung Banjarbaru, Sungai Besar/Sungai Ulin dan Loktabat.
Sementara itu bagian baratnya ada Kecamatan Landasan Ulin yang meliputi Kampung Landasan Ulin dan Guntung Payung.
Sedangkan bagian selatannya ada Kecamatan Cempaka yang meliputi Kampung Cempaka dan Bangkal.
Setelah 23 tahun berjuang, dengan dilantiknya Akhmad Fakhrulli sebagai pejabat Wali Kota Banjarbaru oleh Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid di Jakarta pada 27 April 1999, Banjarbaru resmi menjadi Kotamadya.
Rudy Resnawan menjadi Wali Kota Kota Banjarbaru pertama ketika Banjarbaru berubah status menjadi Kotamadya saat ia dilantik pada 12 April 2000.
Era Baru Banjarbaru Di Mulai
Banjarbaru memperoleh status kota setelah menyandang status kota administratif selama 23 tahun, yang mana itu merupakan masa kota administratif terlama di Indonesia.
“Ketika Rudy Resnawan menjadi wali kota, dengan canangan Banjarbaru is Banjarbaru, membangun Banjarbaru dengan kekuatan sendiri,” tulis Ersis Warmansyah Abbas.
Rudy Resnawan sendiri menjabat sebagai Walikota Banjarbaru selama 2 periode, dimana pada periode pertama ia dipasangkan dengan Rahmat Thohir, sementara pada periode kedua ia berpasangan dengan Ruzaidin Noor.
Pada 2010, Ruzaidin Noor berpasangan dengan Ogi Fajar Nuzuli berhasil memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Banjarbaru dan menjabat hingga tahun 2015.
Kemudian pada pemilu 2015, pasangan Nadjmi Adhani dan Darmawan Jaya Setiawan berhasil memenangkan Pilkada dan resmi menjabat sejak 17 Februari 2016.
Namun pandemi Covid-19 membuat Walikota Banjarbaru Nadjmi Adhani wafat di masa jabatan pada 10 Agustus 2020 setelah sempat terinfeksi Covid-19.
Jabatan Walikota Banjarbaru kemudian digantikan wakilnya, Darmawan Jaya Setiawan hingga 16 Februari 2021.
Ia kemudian digantikan pasangan Aditya Mufti Arifin-Wartono sebagai Walikota-Wakil Walikota Banjarbaru yang berhasil memenangkan Pilkada Serentak 2020.
Bersamaan dengan masuknya era baru tersebut, pada tahun 2005 ketika Rudy Arifin, ayah dari Walikota Banjarbaru sekarang, resmi menjadi Gubernur Kalsel.
Di periode pertamanya menjabat sebagai Gubernur Kalsel, ia mencanangkan pembangunan kawasan perkantoran Pemerintahan Provinsi Kalsel di Banjarbaru yang merupakan merupakan janji kampanye Rudy Arifin dalam Pilkada pada tahun 2005.
Rudy Arifin mempersiapkan dan merealisasikan proses pemindahan ibukota Provinsi dari Kota Banjarmasin ke Kota Banjarbaru secara bertahap, konsisten dan berkelanjutan, karena Banjarmasin dinilai sudah terlalu padat dan memerlukan daerah pemekaran untuk perkantoran yang representatif.
Namun untuk pemindahan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan menurut Undang-Undang saat itu masih di Banjarmasin, karena itu kantor Gubernur Kalsel masih berlokasi di Kota Seribu Sungai.
Pada tahun 2006, mulai dilakukan tahapan-tahapan seperti Kajian dari Bappeda yang memilih 4 lokasi alternatif lokasi perkantoran baru tersebut di Kota Banjarbaru yakni Guntung Upih, Loktabat, Sungai Ulin, dan Gunung Kupang.
Akhirnya Gunung Upih dipilih sebagai lokasi kawasan Perkantoran Sekretariat Daerah Pemprov Kalsel melalui SK Gubernur Kalsel No. 0397 tahun 2006.
Pada tahun 2007 dilaksanakan Kajian Komprehensif oleh UNLAM/Balitbangda, dilanjutkan dengan pembebasan lahan dengan luas 500 hektar hingga dimulainya Pembangunan Kantor Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2009-2010.
Kemudian disusul pembangunan Kantor Dinas/Badan pada tahun 2011 hingga sekarang, dengan perkirakan saat itu pembangunan kawasan perkantoran di Banjarbaru itu mencapai 1,5 trilun hingga 2 triliun rupiah yang diprogramkan sampai tahun 2025.
Bahkan sejak tanggal 14 Agustus 2011, aktivitas pemerintahan Kalimantan Selatan sebagian sudah mulai pindah dari Kota Banjarmasin ke Kota Banjarbaru.
Selain sisi pembangunan fisik, di areal perkantoran Pemprov Kalsel yang baru ini juga digalakkan penanaman pohon-pohon yang dapat tumbuh di hutan tropis, selain itu juga ada hutan kota (tropical rain forest), waduk serta Kebun Raya Banua.
Puncaknya pada 15 Februari 2022 yang lalu, mimpi Gubernur Kalimantan dr. Murjani hampir 7 dekade yang lalu untuk menjadikan Banjarbaru menjadi ibukota tercapai usai disahkannya Undang-Undang tentang Provinsi Kalimantan Selatan.