TERAS7.COM – Belakangan ini, bola panas polemik penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di tubuh lembaga legislatif DPRD Kota Banjarbaru terus bergulir.
Fraksi PAN-PKS-NasDem baru-baru tadi melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin yang teregister dengan nomer perkara 38/6/2024/PTUNBJM .
Dijelaskan Ketua Fraksi NasDem, Takyin Baskoro, alasan pihaknya menggugat lantaran menduga adanya pelanggaran prosedur dalam penetapan AKD oleh Pimpinan DPRD Banjarbaru.
Baginya, AKD merupakan pondasi dari DPRD, sehingga jika penetapannya diduga menyalahi prosedur, maka akan ada konsekuensi hukum terhadap legitimasi AKD tersebut.
“AKD itu fondasinya DPRD. Kalau pembentukannya tidak sesuai prosedur, dapat dianalogikan seperti bangunan tidak ber-IMB (ilegal -red). Kalau ilegal akan rawan digugat atau diabaikan oleh para pihak,” ujar Baskoro menganalogikan polemik tersebut, Rabu (04/12/2024).
Apalagi kata Baskoro, masyarakat Banjarbaru saat ini sudah melek hukum, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi gugatan terhadap DPRD lantaran AKD-nya bermasalah.
“Bisa saja APBD digugat karena Komisi dan Banggarnya dibentuk tidak sesuai aturan. Kalau selama ini baik baik saja itu bukan karena aman, tapi karena persoalan ini masuk delik aduan,” ucapnya.
Oleh karenanya, Baskoro menyarankan pimpinan DPRD Kota Banjarbaru agar bijak dalam menyikapi polemik penetapan AKD tersebut.
“Saya memberi saran kepada pimpinan DPRD agar bijak menyikapi persoalan ini, sebelum nasi menjadi bubur,” katanya.
Senada, Ketua Fraksi PAN-PKS, Emi Lasari juga mengatakan, jika polemik penetapan AKD DPRD Banjarbaru ini merupakan persoalan yang sangat substansi, sehingga tidak bisa hanya dianggap persoalan receh.
“Karena di dalam SK (Surat Keputusan -red) AKD yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD ada hak dan kewajiban anggota DPRD yang dilakukan di alat kelengkapan Komisi, Banggar dan Banmus, Bapemperda dan BK,” ucapnya.
Lanjut Emi, dirinya juga heran dengan mekanisme pendistribusian anggota fraksi dalam AKD DPRD Banjarbaru kali ini. Pasalnya, pendistribusian bukan dilakukan oleh pemilik hak yakni fraksi itu sendiri.
“Mungkin baru terjadi kali ini, pendistribusian anggota fraksi di ambil alih dari fraksi yang bersangkutan,” terang Emi.
Bahkan diungkapkan Emi, hingga kini pihaknya masih belum menerima salinan SK AKD yang telah ditetapkan saat rapat paripurna. Padahal, pihaknya sebelumnya sudah meminta salinan SK itu dari pimpinan DPRD Banjarbaru.
“Sampai hari ini kami tidak menerima salinan SK AKD yang telah diparipurnakan, padahal itu menjadi hak anggota DPRD, tapi sampai saat ini masih di simpan oleh Ketua DPRD,” ungkapnya.
Menurut Emi, langkah pihaknya menggugat ke PTUN ini mungkin bisa menjadi contoh bagi lembaga legislatif daerah lain ketika terjadi persoalan hukum serupa.
“Gugatan ini akan menjadi rujukan dan contoh bagi DPRD yang lain untuk menempuh jalur tepat dalam melakukan pembenahan sesuai aturan perundang-undangan,” tukasnya.