TERAS7.COM – Pengamat hukum komentari sikap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Selatan yang menyebut adanya pergantian Ketua KPU Kabupaten Banjar dan Ketua KPU Kota Banjarbaru merupakan refres atau penyegaran.
Merujuk pada pemberitaan yang terbit di media massa, Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan Andi Tenri Sompa menyatakan, pergantian Ketua KPU di dua Kabupaten Kota yaitu KPU Kota Banjarbaru dan KPU Kabupaten Banjar merupakan refres atau penyegaran, hal itu dinilai oleh Pengamat Hukum Badrul Ain Sanuni tidak berdasar atau Asbun (asal bunyi).
Menurut Badrul, apa yang terjadi di KPU Kota Banjarbaru dan KPU Kabupaten Banjar itu sudah jelas, Ketua KPU Banjarbaru terbukti melakukan tindak pidana, sementara KPU Kabupaten Banjar dalam proses pergantian ketua yang dilakukan masih harus dipertanyakan apakah sudah melalui mekanisme dan aturan yang berlaku sesuai dengan PKPU (Peraturan KPU) atau tidak.
“Apabila Ketua KPU (Provinsi Kalimantan Selatan) berstetmen dalam hal, apapun dia harus berdasarkan aturan sebagaimana PKPU dan aturan yang mengikat jabatannya, kalau hanya berdasarkan asumsi tanpa memiliki dasar hukum, maka saya katakan dia asbun,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (10/07/2024).
Ia menjelaskan, bahasa penyegaran itu digunakan pada struktur bawahan di suatu perusahaan atau kantor tempat bekerja, misal, penyegaran di suatu bidang dengan mengganti posisi administari dan keuangan atau bagian bidang yang lain, sebuah upaya penyegaran agar kinerja bisa lebih efektik lagi.
Lain halnya pada jabatan Komisioner KPU, dimana hanya ada jabatan ketua dan anggota, tidak bisa disebut penyegaran, karena mereka dipilih dan dilantik harus melalui mekanisme dan aturan serta seleksi yang berdasarkan peraturan yang disepakati, pun begitu apabila ingin melakukan pergantian ketua, pasti ada aturan dan mekanisme yang harus ditaati.
Mengingat latar belakang seorang Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan merupakan seorang akademisi, menurut Badrul seharusnya mampu untuk memberikan keterangan yang terang dan jelas dengan memiliki dasar untuk mencerdaskan masyarakat.
“Jangan sampai karena stetmen penyegaran malah membuat gaduh masyarakat,” tuturnya.
Ia juga menerangkan, kalau Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan dengan keterangannya menyebut kasus ini penyegaran atau refres tanpa memiliki dasar hukum, maka ia tidak menjalankan konstitusi, serta melanggar kode etik.
“Kalau begitu Ketua KPU Provinsi Kalsel bisa di DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), siapapun boleh melaporkannya dengan dasar stetmen penyegaran yang tidak memiliki dasar dan membuat gaduh masyarakat,” pungkasnya.