TERAS7.COM – Perda RTRW Kota Banjarbaru secara resmi telah disahkan lewat agenda paripurna DPRD Kota Banjarbaru, pada Selasa (18/04/2023).
Hal ini tentunya menjadi angin segar bagi Pantia Khsusus (Pansus) VI DPRD Kota Banjarbaru, yang sejak awal mengupayakan pertambangan rakyat agar dilegalkan dalam payung hukum.
Meski sudah masuk Perda RTRW, Ketua Pansus VI DPRD Kota Banjarbaru, Emi Lasari tetap meminta adanya garansi dari Pemerintah Kota Banjarbaru terhadap ruang pertambangan rakyat.
“Jadi kita minta untuk tetap tergaransi adanya ruang untuk pertambangan rakyat, walaupun memang ruang yang dibuka pemerintah kota hari ini pertambangan intan rakyat,” ujarnya.
Emi meminta, Pemko Banjarbaru untuk melakukan kajian mendalam dan komprehensif terhadap potensi pengembangan tambang rakyat intan serta galian lainnya, dan potensi daerah serta daya dukung lingkungan.
Lalu, ia juga meminta Pemko Banjarbaru untuk melakukan upaya pemberdayaan dan penyiapan jangka panjang terhadap peralihan profesi masyarakat di Cempaka, khususnya penambang intan.
“Jadi penyiapan jangka panjang, tidak bisa kita memberi ruang tanpa menyiapkan jangka panjangnya, perlu adanya masa transisi, dimana masyarakat itu yang beraktifitas pertambangan dilegalkan dulu, jangka panjangnya mereka harus dialih profesikan, dari pekerja tambang beralih ke sektor lain, misalnya pertanian, perkebunan, perternakan, dan industri,” ungkapnya.
Namun, menurut Emi, Pemko Banjarbaru tak boleh asal-asalan dalam melakukan alih profesi masyarakat di Cempaka, melainkan harus memperhatikan karakter, kultur, dan budaya di daerah tersebut agar tepat sasaran.
“Mereka umumnya buruh harian lepas, jadi treatmentnya harus benar, karena kultur dan budaya Cempaka itu kan buruh harian lepas, kalau tidak sesuai ya bakal tidak kena target sasaran untuk ada masa transisi hingga kemudian alih profesi tadi,” terangnya.
Lebih jauh Emi menjelaskan, saat ini masih cukup banyak masyarakat Banjarbaru, khususnya di Cempaka yang bergantungkan hidup ke pertambangan rakyat.
Sehingga jika menyatakan Banjarbaru nihil tambang, menurut Emi itu tidak tepat, karena disatu sisi ada konsesi Galuh Cempaka yang luasannya kian bertambah.
Oleh karena itu, melihat bertambahnya luasan konsesi Galuh Cempaka, rasanya bagi Emi tak adil jika pertambangan rakyat tidak diberikan ruang.
“Kalau kita berbicara azas keadilan di negara ini, ketika kontrak karya (pemodal besar -red) diberikan ruang, harusnya penambang-penambang lokal (di Cempaka -red) yang notabene masyarakatnya bergantung hidup disitu harusnya juga diupayakan diberi ruang, termasuk legalitas yang jelas,” ucap Emi.
Maka dari itu, Emi berharap Pemko Banjarbaru bisa sesegara mungkin membuat kajian yang komprehensif, guna kejelasan pertambangan rakyat.
“Semoga pemerintah kota bisa berkomitmen untuk sesegeranya membuat kajian, agar nanti diupayakan pengaturannya bisa diperjelas,” harapnya.
Sementara itu, Walikota Banjarbaru Aditya Mufti Ariffin mengaku, memiliki keinginan yang sama dengan Pansus VI untuk mengakomodir tambang rakyat, namun hingga saat ini urung terlaksana karena belum adanya kajian soal tersebut.
“Kita dari pemerintah kota juga sangat ingin mengakomodir berkaitan tambang rakyat dan lain-lain, tetapi sampai hari ini belum ada kajian,” ujarnya.
Terlebih kata Walikota Aditya, aspirasi masyarakat terkait upaya legalitas tambang rakyat mineral intan di Cempaka, baru muncul pasca koordinasi lintas sektor (linsek) dan persetujuan substansi (persub) dari Kementrian ATR/BPN.
Sehingga, Aditya mengaku tidak dapat berbuat banyak terhadap aspirasi tersebut. Meski begitu, ia berkomitmen akan tetap menjaga kearifan lokal tambang intan rakyat di Cempaka.
“Jadi kita tidak bisa berbuat banyak, tapi yang jelas kita juga masih menjaga kearifan lokal tambang intan rakyat yang ada di Cempaka,” pungkasnya.