TERAS7.COM – Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau Datu Kelampaian, ulama kharismatik asal tanah Banjar telah wafat kurang lebih 213 tahun yang lalu.
Selain mewariskan ilmu agama Islam yang ia timba dari Tanah Suci pada masyarakat Banjar, zuriatnya pun bertebaran di penjuru Kalimantan Selatan.
Zuriat Datu Kelampaian yang jumlahnya besar pun banyak yang menjadi ulama besar dan melanjutkan dakwahnya seperti KH. M. Zaini bin Abdul Ghoni atau Guru Sekumpul dan KH. Muhammad Arifin Ilham yang baru saja berpulang.
Tak hanya mewariskan ilmu dan meninggalkan zuriat yang cukup banyak, Datu Kelampaian juga meninggalkan alat-alat dan pekakas rumah tangga pada zuriatnya.
Diantaranya adalah Ranjang dan Cermin milik Datu Kelampaian yang Teras7.com berhasil liput jelang pelaksanaan Haul Datu Kelampaian ke 213 pada Jum’at siang (7/6).
Peninggalan Datu Kelampaian ini berada di kediaman Alm. H. Sirajuddin yang berada di Samping Mesjid Tuhfaturroghibun, Desa Dalam Pagar Ulu, Kecamatan Martapura Timur, yang sekarang ditempati Haji Mahjuri, salah satu zuriat ke 8 dari Datu Kelampaian.
H. Mahjuri mengatakan ranjang dan cermin peninggalan Datu Kelampaian ini merupakan hadiah dari Gubernur Jenderal VOC di Hindia Belanda, Petrus Albertus van Der (1761-1775) saat singgah di Batavia dalam perjalanan pulang menuju Tanah Banjar.
“Beliau mendapatkannya dari Gubernur Belanda di Jakarta. Ranjang ini menjadi mahar kawin Datu Kelampaian dengan Ratu Aminah binti Pangeran Thoha setelah tiba dari Mekkah. Ranjang ini sendiri belum pernah dipindahkan dari sini,” ceritanya.
Peninggalan ini sendiri ujarnya diwariskan ke anak Datu Kelampaian dan Ratu Aminah, yaitu Pangeran Ahmad Mufti, lalu diwariskan ke H. Muhammad Khatib dan terakhir diwariskan ke keturunan H.A. Musyaffa Khatib hingga sampai sekarang.
“Ranjang ini masih terawat baik dan perawatannya tidak sulit. Ranjang ini kemungkinan dari bahan kayu jati dan telah berumur lebih dari 250 tahun. Hanya ranjang dipan dan tiang berbentuk lilitan saja yang asli, sedangkan kasur, alas kasur dan bubungannya bukan lagi yang asli,” terangnya.
Ranjang ini sendiri memiliki panjang kurang lebih 1,9 meter dan lebar kurang lebih 1,2 meter dalam ruangan yang memiliki luas 2,5 meter kali 4 meter.
H. Mahjuri menambahkan sehari-harinya ranjang ini masih digunakan dan sering dikunjungi para tamu yang ingin melihat peninggalan Datu Kelampaian ini.
Selain ranjang dan cermin, ada beberapa peninggalan lain yaitu tongkat dan baju yang dibagi dan disimpan diantara zuriat Datu Kelampaian yang ada di Desa Dalam Pagar Ulu.
Salah satunya adalah H. Bawai yang juga salah satu keturunan Datu Kelampaian yang memegang peninggalan lain berupa tongkat.
Sayangnya H. Bawai tidak memberikan izin bagi awak media untuk mempublikasikan tongkat peninggalan ulama penulis kitab Sabilal Muhtadin ini.
“Saya tak berani mengizinkan dipublikasikan, kalau mau pegang boleh, sedangkan kalau di foto untuk koleksi pribadi saja. Takutnya kalau apa yang saya sampaikan mengenai tongkat ini salah, karena ayah saya tak sempat mengisahkan riwayat tongkat ini pada saya. Tongkat ini juga pernah di bawa dari kampung ini karena di pinjam selama setengah hari oleh Almarhum Guru Sekumpul,” ujar H. Bawai.