TERAS7.COM – Labuh laut sedekah bumi rutin setiap tahun selalu diadakan oleh masyarakat nelayan di kawasan Pantai Sine Desa Kalibatur Kecamatan Kalidawir Kabupaten Tulungagung Jawa Timur.
Labuh Laut ini merupakan tradisi turun temurun yang diwariskan dari nenek moyang masyarakat nelayan pesisir pantai sine hingga kini. Ada yang beranggapan jika Labuh Laut ini tidak diadakan setiap tahunnya, menurut warga pesisir pantai sine ini akan mendapatkan banyak musibah.
Adapun Labuh Laut sendiri selalu berkaitan dengan adanya berbagai macam sesaji.
Setiap daerahpun, pasti punya tata cara dan ketentuan tersendiri dalam menamakan sesaji atau aburampennya.
Seperti halnya masyarakat nelayan pesisir pantai sine dalam ritual labuh sesaji, lebih dikenal sesaji itu dengan nama “Harip- Harip.”
Menurut Jaiman salah satu warga nelayan pantai sine yang saya temui mengatakan,
nama Harip- harip sendiri adalah ubarampen merupakan sesaji yang buat sesembahan.
Harip- harip sendiri terbuat dari tepung beras dan kedelai hitam yang di bentuk menyerupai bentuk hewan laut.
Membuat Harip- harip bukanlah yang dibeli dari toko, melainkan yang dibuat sendiri oleh masyarakat Sine, mulai dari proses membilas, merendam, menumbuk, hingga mengayak. Tepung beras digunakan untuk membentuk badan ikan, sedangkan kedelai hitam digunakan untuk membuat bagian matanya.
Hal lainnya yang tak boleh di lupakan dalam proses pembuatannya yaitu, warga harus sambil menyebutkan setiap jenis ikan yang diserupakan dalam harip- harip sembari menaruhnya di dalam wadah tempayan atau leser.
Masyarakat nelayan pantai sine mempercayainya apa yang digambarkan atau dituangkan warga di harip- harip itu nanti yang mereka harapkan atau dapatkan saat melaut.
Hrip- harip merepresentasikan aneka hewan yang menjadi komoditas tangkapan laut bagi masyarakat Sine, di antaranya: ikan tongkol, cumi-cumi, udang, dan lain sebagainya.
Meskipun terlihat sederhana, namun penggunaan Harip- harip dalam ritual adat Labuh Laut terbilang cukup filosofis. Untuk itu, membutuhkan perlakukan khusus di dalam proses pembuatannya. Di antaranya, sang pembuat arip-arip haruslah sudah menginjak usia akil baligh atau dewasa, serta sudah pernah pergi melaut untuk menangkap ikan. Proses pembuatannya dilakukan pada malam hari, tepatnya satu hari sebelum rangkaian upacara adat Labuh Laut dilaksanakan.
Prosesi selanjutnya ialah mengarak arip-arip, atau yang dalam bahasa lokal Tulungagung disebut juga dengan semboyo. Nuansa adat Jawa berkelindan dengan atmosfer perayaan, ketika sejumlah penari yang membawakan tarian tradisional jaranan atau jathilan menggiring rombongan pembawa harip-harip ke tepian Pantai Sine.