TERAS7.COM – Ada yang unik dari pegelaran pasar murah yang digelar oleh Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Banjar bersama dengan Asosiasi Pengusaha Jasa Boga (APJI) Kabupaten Banjar pada Selasa (8/3/2022) kemarin.
Selain diramaikan dengan penjualan minyak goreng yang diserbu warga, juga ada pegelaran seni yang unik dan langka.
Ditengah pembukaan pasar murah tersebut, pengunjung bisa mendengarkan pegelaran musik khas dari Suku Banjar di masa lalu.
Adalah musik Kintung, musik peninggalan masa lalu ini dari alat berbahan bambu ini berbunyi cukup merdu menghibur pengunjung.
Alunan musik kintung yang cukup langka ini sendiri dibawakan oleh Kelompok Musik Kintung Ar-Rahman Desa Muara Bincau, Martapura.
Perwakilan Kelompok Musik Kintung Ar-Rahman Gusti Jadri mengungkapkan kesenian musik tradisional Banjar yang cukup langka ini merupakan budaya petani Banjar di masa lalu.
“Ini kesenian musik tradisional yang dimainkan petani, biasanya dilakukan di musim kemarau ketika hujan tak turun sama sekali,” ujarnya.
Gustri Jadri menambahkan pegelaran musik ini biasanya digelar pada malam hari usai shalat isya.
“Jadi dulu ada kepercayaan dengan pergelaran musik ini, harapannya dengan adanya musik ini bisa menyeru agar kodok bisa berbunyi bersahut-sahutan dan dipercaya akan membuat hujan turun,” katanya.
Karena tanda alam hujan akan turun adalah bunyi kodok yang bersahutan, hal inilah yang mendasari kepercayaan tersebut.
Alat musik kintung sendiri lanjut Gusti Jadri terdiri atas 7 alat musik dari bambu kering bagus dan tebal yang masing-masing memiliki 7 nada yang berbeda dan bantalan dari kayu untuk tempat memukul alat musik tersebut.
7 jenis alat musik kintung tersebut punya nama masing-masing, yakni Hintalu Randah, Hintalu Tinggi, Tinti Pajak, Tinti Gorok, Pindua Randah, Pindua Tinggi dan Gorok Tuha.
Tradisi musik yang dilaksanakan saat musim kemarau ini sendiri lanjut Gustri Jadri pada zaman dahulu sempat diperlombakan.
“Dulu zaman Bupati Budigawis, dulu sering diperlombakan antar kampung dan berhadiah. Yang dipertandingan dulu adalah keserasian dalam menggerakkan alat musiknya, kalau sekarang tidak pernah lagi,” terangnya.
Dikutip dari situs resmi Disbudpar Kabupaten Banjar, Musik Kintung merupakan salah satu kesenian musik tradisional dari Suku Banjar yang berasal dari daerah Kabupaten Banjar, yaitu di desa Sungai Alat, Astambul dan Bincau, Martapura.
Musik Kintung sendiri termasuk alat musik pentatonis, tapi boleh dikatakan pula sejenis alat musik perkusi karena cara membunyikannya dihentakkan pada sebuah potongan kayu yang bundar
Masa dahulu alat musik ini dipertandingkan, tapi bukan saja pada bunyinya, tetapi juga hal-hal yang bersifat magis, seperti kalau dalam pertandingan itu alat musik ini bisa pecah atau tidak dapat berbunyi dari kepunyaan lawan bertanding.
Bahan untuk membuat alat musik kintung ini adalah bambu yang bentuknya mirip seperti angklung dari Jawa Barat.
Biasanya bambu yang digunakan untuk membuat alat musik ini tidak sembarang bambu artinya harus dipilih secara cermat terutama yang dapat mengeluarkan bunyi yang bagus dan juga tidak mudah pecah..
Untuk mengatur bunyi tergantung pada rautan bagian atasnya hingga melebihi dari seperdua lingkaran bambu, dimana rautan itu makin ke atas semakin mengecil sebagai pegangannya, sedang bagian bawahnya tetap seperti biasa.
Panjangnya biasanya dua ruas dan buku yang ada di bagian tengahnya (dalam) dibuang agar menghasilkan bunyi.
Pengaturan bunyi biasanya tergantung pada rautan bagian atasnya, dimana semakin dibuang atasnya itu akan menimbulkan nada yang lebih tinggi.
Pada perkembangannya musik Kintung merupakan musik yang bersifat instrumentalia ini dan dapat mengiringi lagu atau nyanyian Banjar umumnya yang berjenis lagu-lagu tirik dan japin, dimana agar lebih harmonisasinya biasanya ditambah dengan babun (gendang) dan gong atau alat musik lainnya yang diperlukan.
Namun, pada masa sekarang, musik Kintung ini sudah mulai langka karena seniman yang tersisa adalah orang-orang tua dan jarang generasi muda yang mau meneruskan kesenian ini.