TERAS7.COM – Salah satu makam aulia Allah yang banyak dikunjungi masyarakat untuk berziarah yaitu Makam Datu Sanggul yang berada di Desa Tatakan, Kecamatan Tapin Selatan.
Datu Sanggul ini, seorang tokoh ulama panutan dijamannya, ketulusan hatinya dalam melaksanakan ibadah dan ketaqwaannya dalam menegakkan kalimat Allah serta kedigjayaannya, membuat terkenal sampai kepelosok negeri.
Ketekunan beliau dalam menuntut ilmu membawanya melanglang buana dari daerah asalnya di Palembang ke daerah Kalimantan, dalam salah satu riwayat nama Datu sanggul adalah Syekh Muhammad Abdus Samad atau dalam riwayat lainnya mengatakan nama beliau adalah Ahmad Sirajul Huda, beliau hidup sekitar abad ke 18 Masehi bertepatan dengan jaman nya Syekh Muhammad Arsyad Albanjari atau lebih dulu sedikit.
Beliau berguru kepada Datu Suban gurunya para datu muning yang ada di pulau borneo karena adanya “tanda atau isyarat” yang diperoleh beliau ketika tidur.
Di riwayatkan ketika beliau tidur, beliau bermimpi bertemu dengan orang tua yang menjabat tangannya seraya berkata “kalau kamu ingin memperoleh ilmu sejati maka hendaklah kamu mencari dan mempelajarinya kepada Datu Suban yang tinggal dipulau kalimantan, dikampung muning pantai jati munggu tayuh tiwadak gumpa” setelah mendengar kata kata orang tersebut beliau tersentak dari tidurnya seraya berkata kepada ibundanya yang saat itu berada didekatnya.
“ibunda dimana orang tua tadi. sedari tadi tidak ada orang selain ibu dan ananda” jawab ibundanya, kemudian beliau menceritakan mimpinya kepada ibundanya, karena kecintaan beliau kepada ilmu, beliau lalu meminta ijin kepada ibundanya untuk merantau kembali mencari ilmu seperti yang dikatakan orang tua didalam mimpinya tersebut, akhirnya walaupun dengan berat hati ibundanya memberikan ijin dan mendoakannya agar semua yang dicita-citakan beliau tercapai.
Singkat cerita akhirnya berangkatlah Syekh Abdus Samad muda menuju Pulau Kalimantan dengan menumpang kapal perahu layar, ternyata setelah sampai di Kampung Muning, ia sudah disambut oleh Datu Taming Karsa yang disuruh oleh gurunya yaitu Datu Suban yang mengatakan bahwa hari itu akan datang seorang pemuda dari Sumatera yang nantinya akan menjadi muridnya.
Mereka kemudian berjalan menuju rumah Datu Suban guru sekalian Datu Muning, dan ternyata beliau sudah ditunggu oleh Datu Suban beserta murid murid beliau, beliau kemudian langsung mengangkat Datu Suban sebagai guru sekaligus orang tuanya dan juga mengangkat murid murid Datu Suban yang lainnya sebagai saudara-saudaranya.
Maksud baik Syekh Abdus Samad muda diterima Datu Suban dengan senang hati, dan mulai saat itu belajarlah beliau kepada Datu Suban, dan diceritakan karena kecerdasan dan ketekunannya dalam belajar dan ketaatannya kepada gurunya dengan persetujuan murid murid Datu Suban terdahulu akhirnya Datu Suban berkenan memberikan Al-Qur’an segi delapan dan sebuah kitab yang dikenal sekarang dengan Kitab Barencong.
Adapun penamaan Datu Sanggul salah satu riwayat menceritakan karena ketekunan datu sanggul dalam mentaati perintah gurunya dalam Khalwat khusus yang sama artinya dengan “menyanggul” atau menunggu (turunnya ) ilmu dari Allah SWT.
Ada juga yang mengatakan beliau sering menyanggul atau menghadang pasukan tentara belanda diperbatasan kampung muning dan tentara belanda sering kucar kacir dibuatnya, adapun versi lain karena kegemaran beliau menyanggul (menunggu) binatang buruan.
Ada juga yang mengatakan rambut beliau yang panjang dan selalu disanggul (digelung)..wallahu a’alam… dan mulai saat itu nama beliau dipanggil Datu Sanggul.
Berkat mengamalkan ilmu yang beliau peroleh baik dari guru beliau ataupun dari Kitab Barencong tadi banyaklah beliau mendapatkan kelebihan kelebihan dari Allah SWT,
Diantaranya beliau kalau sholat jum’ad selalu di Mesjid Al-Haram, dan karna itulah beliau bertemu dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang pada saat itu sedang menuntut ilmu di Mekah dan Syekh Muhammad Arsyad mengangkat saudara dengan beliau.
Selain itu beliau juga bertemu dengan Datu Daha yang juga mengangkatnya menjadi orang tua sekaligus guru.
Pada waktu itu dikerajaan Banjar masyarakatnya yang sangat menjunjung tinggi nilai agama diwajibkan bagi masyarakat laki-laki yang sudah aqil balik atau sudah dewasa pada hari jum’at diwajibkan untuk melaksanakan sholat jum’at dimasjid-masjid dikampung masing-masing, dan kalau tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan didenda.
Dikarenakan setiap jum’at beliau selalu sholat dimasjid Al-Haram, maka setiap minggu beliau harus membayar denda kepada kerajaan, karena beliau tidak nampak di Masjid di kampung, sampai habis harta beliau dan yang tertinggal cuma kuantan dan landai (alat untuk memasak nasi dan sayuran).
Akhirnya setelah didesak oleh istri beliau karena tidak ada lagi barang yang bisa dipakai untuk membayar denda, beliau akhirnya berjanji untuk melaksanakan sholat jum’at dimasjid kampungnya,
Pada saat itu sungai dikampung beliau airnya sedang meluap dan hampir terjadi banjir dikarenakan pada malam harinya hujan sangat lebatnya, disaat para jamaah sedang berwudhu dipinggir kali.
Tiba-tiba datang Datu Sanggul dan langsung terjun kesungai yang sedang meluap tersebut lengkap dengan pakaiannya, orang-orang berteriak dan menjadi gempar, ditengah kegemparan masyarakat tiba-tiba muncul Datu Sanggul dari tengah sungai dan berjalan diatas air dengan tenangnya.
Yang lebih mengherankan, pakaian beliau tidak basah sama sekali cuma anggota wudhu beliau saja yang basah, setelah keluar dari sungai beliau langsung menuju masjid, dengan tatap mata keheranan dari masyarakat, masyarakat makin terkejut pada saat imam masjid mengumandangkan takbir dan diikuti jamaah jum’at lainnya.
Beliau hanya berpantun “Riau riau padang sibundandisana padang sitamu tamurindu dendam tengadah bulan dihadapan Allah kita bertemu …ALLAHU AKBAR….” setelah berkata demikian perlahan lahan kaki beliau terangkat dari lantai mesjid dan tubuh beliau berada diawang-awang.
Setelah imam mengucapkan salam, perlahan-lahan kaki beliau kembali menjejakkan lantai mesjid, kemudian beliau berkata kepada jamaah jum’at “saya tadi baru saja shalat di Masjidil Haram Mekkah dan kebetulan tadi ada yang mengadakan selamatan dan saya meminta kepada yang selamatan sedikit barakat (makanan yang dibagikan saat undangan pulang) dan mari kita bersama sama mencicipinya, jangan ada yang tidak ikut mencicipinya walaupun sedikit “diceritakan bahwa makanan tersebut masih panas menandakan bahwa perjalanan beliau cuma sekejap saja.
Sejak kejadian tersebut barulah masyarakat tahu bahwa beliau adalah termasuk golongan Wali Allah, sehingga pembayaran denda baik yang berupa uang maupun benda dikembalikan kepada beliau.
Diceritakan sebelum Datu Kalampayan atau Syekh Muhammad Arsyad sampai kekampung muning untuk mengambil sambungan kitab barencong dari Datu Sanggul, Datu Sanggul meminta para muridnya untuk bertahan sejenak karena ada yang mau disampaikan, beliau meminta para muridnya dan masyarakat untuk bergotong-royong mempersiapkan menyambut kedatangan tamu dari jauh (Datu Kalampayan).
Kemudian masyarakat bergotong-royong mempersiapkan segalanya hari itu hari jum’at beliau berkata kepada istrinya “duhai adinda tercinta kakanda akan tidur, tolong kakanda jangan diganggu dan jangan pula membuka kelambu”
“baik kanda tapi kakanda apabila ada yang ingin bertemu dengan kakanda dengan keperluan yang sangat penting apakah dinda boleh membangunkan kakanda” Istrinya bertanya
“Kalau ada keperluan sangat penting silahkan saja” jawab beliau setelah sekian lama beliau masuk kedalam kelambu dan tidak keluar keluar padahal hari itu hari jum’at, istri beliau memanggil-manggil sampai tiga kali.
Karena waktu sholat jum’at makin dekat, beliau menjadi bimbang disisi satu suami beliau sudah berwasiat supaya jangan diganggu, disisi lainnya sholat jum’at adalah kewajiban, akhirnya istrinya memberanikan diri membuka kelambu, namun apa yang terjadi suami yang dicintainya tidak ditemukan didalam kelambu, namun yang terlihat adalah setetes air yang sangat bening dan putih berkilauan diatas kain putih,setelah melihat kejadian tersebut dengan rasa heran bercampur kagum, kelambu itu ditutup kembali oleh istrinya.
Tidak lama setelah itu, datanglah Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, setelah memperkenalkan diri Syekh Muhammad Arsyad lalu mengatakan ingin bertemu dengan Datu Sanggul, dan ternyata setelah kelambu tersebut dibuka kembali oleh istri beliau Datu Sanggul sudah kembali kewujud semula tapi dalam keadaan sudah meninggal dunia.
Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun…. Syekh Muhammad Arsyad menyerahkan kain putih 5 lembar yang dipesan oleh Datu Sanggul waktu mereka terakhir bertemu dulu, dan ternyata kain putih tersebut akan dipakai untuk kain kafan beliau.
Kemudian diberitahukan kepada murid-murid beliau dan masyarakat, maka berdatanganlah orang orang untuk menolong dan melaksanakan fardu kifayah hingga selesai dan beliau dimakamkan di kampung muning benua nyiur tatakan Rantau.
Setelah selesai pemakaman Datu Sanggul kemudian Syekh Muhammad Arsyad menceritakan pertemuan beliau dengan istri Datu Sanggul dan menyampaikan pesan-pesan beliau termasuk pesan untuk mengambil sambungan Kitab Barencong.
Istri Datu Sanggul memakluminya karena sebelum beliau meninggal sudah memberikan wasiat kepada istrinya untuk menyerahkan kitab tersebut, tapi terlebih dahulu beliau menyampaikan hal tersebut kepada murid-murid Datu Sanggul, setelah itu baru kitab tersebut di serahkan kepada Syekh Muhammad Arsyad atau Datu Kalampayan.
Datu Sanggul juga dikenal pula sebagai Datu Muning yang aktif berdakwah di daerah bagian selatan Banjarmasin (Rantau dan sekitarnya).
Dia giat mengusahakan/memberi tiang-tiang kayu besi bagi orang-orang yang mendirikan masjid, sehingga pokok kayu ulin besar bekas tebangan Datu Sanggul di Kampung Pungguh (Kabupaten Barito Utara) dan pancangan tiang ulin di pedalaman Kampung Dayak Batung (Kabupaten Hulu Sungai Selatan).
Salah satu karya spektakulernya yang masih dikenang hingga kini adalah membuat tatalan atau tatakan kayu menjadi soko guru masjid Desa Tatakan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga ketika membuat soko guru dari tatalan kayu untuk Masjid Demak.
Salah satu yang diyakini masyarakat adalah buah karya dari Datu Sanggul adalah syair pantun saraba ampat yang dalam bahasa banjar sangat terkenal karena berisi tentang pelajaran tasawuf.
“Allah jadikan saraba ampat. Syariat tharikat hakikat ma’rifat. Menjadi satu di dalam khalwat. Rasa nyamannya tiada tersurat”
“Jangan susah mencari bilah. Bilah ada di rapun buluh. Jangan susah mencari Allah. Allah ada di batang tubuh”
“Riau-riau padang si bundan. Di sana padang si tamu-tamu. Rindu dendam tengadah bulan. Di hadapan Allah kita bertemu”
sumber : majelisalmunawwarah.blogspot – wikipedia.org