Puisi M. Amin Mustika Muda
Perahu tua itu diam di muara, lambungnya pecah oleh waktu, dayungnya hilang ditelan arus yang sudah lama tidak membawa pulang apa-apa. Catnya mengelupas, seperti kulit orang tua yang telah lama berhenti berharap pada pelabuhan. Di sekelilingnya, lumpur tumbuh perlahan menjadi semacam selimut, menutup sebagian luka yang dibiarkan terbuka. Muara itu tak lagi ramai oleh tawa nelayan atau sorak bocah yang dulu menjadikannya kolam impian – kini hanya ada angin yang lewat tanpa suara, dan burung-burung kecil yang singgah sebentar lalu melupakan nama tempat itu. Perahu itu menua dengan tenang, menyimpan dalam tubuh kayunya ratusan cerita tentang sungai yang perkasa, badai yang pernah disambut, dan ikan-ikan yang dulu seolah datang membawa rezeki dari langit. Tapi hari ini ia hanya perahu diam, menghadap senja, menanti sesuatu yang entah, atau mungkin sekadar menunggu dirinya dilupakan seluruhnya.
2025
M. AMIN MUSTIKA MUDA, Gemar membaca dan menulis fiksi serta puisi. Bermukim di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. Beberapa karyanya pernah dimuat di media massa dan buku antologi. Menerbitkan buku puisi: Layang-layang Raksasa Sangkut di Atas Pohon Durian (Tahura Media 2016).