Puisi M. Amin Mustika Muda
Aku temukan risol dalam peti pendingin yang sepi, seperti cinta yang dibekukan terlalu dini. Isinya telur, beef, dan doa bismillah yang menguap dari tangan seorang perempuan yang mengajar pagi hari dan menggulung rindu jadi remah roti di malam-malam yang tak utuh. Dua varian katanya: Mayo Keju dan BBQ. Dua rasa yang tak bisa kupilih sebab hatiku selalu lapar tapi tak tahu cara mengunyah kesepian.
Ia menjualnya 4 ribu sepotong, lengkap dengan saos sambal gratis, seolah luka hidup bisa ditebus dengan cabe dan gula merah. Katanya bisa digoreng, atau diserahkan pada Air Fryer, atau dibekukan dulu. Seperti hubungan kita yang sejak awal memang tidak ditakdirkan untuk dimakan panas-panas.
Lembut, ganal, nyaman, tulisnya. Aku kira ia sedang menjelaskan bukan risol, tapi tubuh yang ingin dipeluk dalam subuh yang tak sempat menyebut nama.
Ada yang jual risol, tapi yang kutelan adalah rindu. Ada yang tawarkan makanan, tapi yang kupesan adalah malam yang tak berkesudahan. Dan aku tahu, bahkan dengan lima risol dan dua sachet saos sambal, takkan bisa kuhapus rasa asin yang sejak lama menetap di ujung lidahku.
2025
ganal = besar
M. AMIN MUSTIKA MUDA, Gemar membaca dan menulis fiksi serta puisi. Bermukim di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. Beberapa karyanya pernah dimuat di media massa dan buku antologi. Menerbitkan buku puisi: Layang-layang Raksasa Sangkut di Atas Pohon Durian (Tahura Media 2016).