TERAS7.COM – Legalitas Pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD Kota Banjarbaru mendapat sorotan sejumlah fraksi, diantaranya Partai Amanat Nasional-Partai Keadilan Sejahtera (PAN-PKS) dan NasDem.
Ketua Fraksi PAN-PKS, Emi Lasari menilai pembentukan AKD, pada Senin (28/10/2024) lalu, terkesan dipaksakan lantaran tidak sesuai dengan jadwal yang ditetapkan saat rapat Badan Musyawarah (Banmus).
Emi menyatakan, pihaknya akan melayangkan surat keberatan kepada unsur pimpinan DPRD Banjarbaru terkait keabsahan dari proses pembentukan AKD yang terkesan dipaksakan tersebut.
“Kami akan melayangkan surat keberatan ke unsur pimpinan karena perubahan jadwal ini dilakukan sepihak tanpa melibatkan fraksi-fraksi yang secara politik punya hak dalam pembentukan AKD,” ujarnya, Kamis (31/10/2024).
Seharusnya kata Emi, jika terjadi perubahan jadwal pembentukan AKD, maka penjadwalan ulang Banmus harusnya dilakukan secara musyawarah mufakat berkoordinasi dengan seluruh ketua fraksi.
Akan tetapi lanjut Emi, aturan penjadwalan ulang tersebut malah tidak diindahkan oleh unsur pimpinan DPRD Banjarbaru, sehingga perubahan jadwal pembentukan AKD terkesan sepihak.
“Sedangkan pemilihan AKD ini bukan agenda umum, tapi sifatnya khusus melibatkan semua fraksi, yang mana fraksi punya hak secara politik untuk memilih dan dipilih dalam AKD,” ucapnya.
“Kalau fraksi tidak dilibatkan seperti ini, berarti melanggar hak politik fraksi yang ada,” sambungnya.
Maka dari itu, buntut dari persoalan ini, Emi mengatakan, pihaknya enggan mendistribusikan anggota fraksinya ke dalam AKD DPRD Banjarbaru.
“Ketika kita tidak bersepakat dengan pemilihan yang tidak sesuai aturan tadi, maka kita tidak mendistribusikan nama-nama anggota kita untuk ditetapkan dan diberikan SK,” ucapnya.
Namun anehnya kata Emi, di saat pihaknya memilih tidak mendistribusikan, nama-nama anggota fraksinya malah muncul dalam AKD DPRD Banjarbaru.
“Makanya kita agak bingung ketika nama-nama itu sudah dibacakan, dan informasi yang kami dapat, nama-nama itu didistribusikan berdasarkan hasil rapat dan dilakukan penguncangan,” kata Emi.
Padahal kata Emi, secara Tata Tertib DPRD Tahun 2024, yang punya hak mendistribusikan nama-nama ke dalam AKD itu hanya dari fraksi.
“Kita sangat menyayangkan hal-hal seperti ini terjadi di lembaga DPRD, yang seharusnya bisa diselesaikan secara bijak oleh unsur pimpinan tanpa mengabaikan hak fraksi yang secara politik merupakan keterwakilan partai yang dipilih masyarakat,” sesal Emi.
Lebih jauh Emi menjelaskan, jika nantinya surat keberatan pertama tidak diindahkan, maka pihaknya akan melayangkan melaporkan ke Ombudsman perihal indikasi maladministrasi.
Selanjutnya, jika surat keberatan itu masih tidak ditindaklanjuti unsur pimpinan, maka pihaknya juga akan meminta BPKP untuk melakukan audit terhadap SK yang ditetapkan.
“SK itu nanti akan jadi dasar semua kegiatan DPRD, apalagi berimplikasi dengan anggaran. Kalau alasnya saja bermasalah, tentunya akan merembet kemana-mana,” ungkap Emi.
Terkahir, jika proses keberatan seluruhnya tidak ditanggapi, maka ditegaskan Emi, pihaknya akan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kalau diindahkan atau tidak ditindaklanjuti kita akan layangkan gugatan ke PTUN,” tegasnya.