TERAS7.COM – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah menyoroti dugaan manipulasi data sertifikat lahan di Pagar Laut, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Ia mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas para pelaku dan memastikan mereka dijerat dengan sanksi pidana.
Abdullah, yang akrab disapa Gus Abduh, menegaskan bahwa praktik manipulasi data sertifikat tanah di Kampung Paljaya, Kabupaten Bekasi, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Ia meminta pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan permasalahan ini.
“Kami mendesak pemerintah untuk bertindak cepat dalam menangani dugaan manipulasi data pertanahan yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (07/02/2025).
Gus Abduh menilai langkah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, dalam mengungkap kasus ini sudah tepat. Berdasarkan temuan, telah terjadi manipulasi data sertifikat terhadap lahan seluas 581 hektar di Bekasi.
Dugaan manipulasi ini terlihat dari perubahan Nomor Identifikasi Bidang (NIB) tanah yang semula tercatat di area daratan, namun kemudian dipindahkan ke perairan laut Bekasi.
Terdapat dua perusahaan dan beberapa individu yang diduga menguasai ratusan sertifikat tanah dengan status Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area Pagar Laut Bekasi.
Dua perusahaan yang diduga terlibat dalam kepemilikan lahan seluas 581 hektar tersebut adalah PT Cikarang Listrindo dan PT Mega Agung Nusantara. Masing-masing perusahaan menguasai sertifikat seluas 90,159 hektar dan 419,635 hektar.
Selain itu, sebanyak 11 individu diduga memiliki SHM di perairan Kampung Paljaya dengan luas sekitar 72,571 hektar.
Gus Abduh menjelaskan bahwa SHM seluas 72,571 hektar tersebut diduga berasal dari manipulasi data pertanahan. Sertifikat tersebut sebenarnya berasal dari aset tanah seluas 11 hektar yang terdiri dari 89 bidang tanah di daratan Desa Segara Jaya.
Tanah tersebut sebelumnya merupakan milik 84 orang yang mendapatkan sertifikat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada 2021. Namun, setahun kemudian, data sertifikat tersebut secara tiba-tiba berpindah dari daratan ke area Pagar Laut. Pemindahan peta lahan ini diduga dilakukan pada Juli 2022.
“Tindakan ini jelas merugikan masyarakat pemilik lahan. Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab berupaya menguasai lahan di perairan dengan cara memanipulasi data pertanahan di daratan yang sudah dimiliki warga,” tegas Gus Abduh.
Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI ini meminta aparat penegak hukum segera turun tangan untuk mengusut tuntas dugaan manipulasi data pertanahan ini. Ia juga menyarankan agar penyelidikan dilakukan bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN untuk memastikan kasus ini ditangani secara transparan dan akuntabel.
Lebih lanjut, Gus Abduh menekankan bahwa penyelesaian kasus ini tidak cukup hanya dengan mencabut sertifikat tanah atau mencopot pejabat yang terlibat, tetapi harus diproses hingga ke ranah hukum.
“Mereka yang terbukti melakukan manipulasi data pertanahan dan berperan sebagai mafia tanah harus dikenakan sanksi pidana. Tidak boleh ada mafia tanah di negeri ini,” pungkasnya.